Inilah Hari Terbaik |
Jum'at minggu ini, 14 Juni 2013 atau 5 Sya'ban 1434 Hijriyah, ada inspirasi khas yang dikaruniakan Allah SWT. kepada saya sejak pagi sampai dengan usai menjalankan ibadah shalat Jum'at di salah satu masjid di sekitar tempat kos saya. Beberapa inspirasi ini datang begitu saja. Penuh gelitik, memancing "kekaguman" di sisi lainnya.
Nah, artikel ini saya tulis untuk membagikan berbagai "cetusan-cetusan" yang muncul di kepala saya yang, barangkali, bisa memberikan manfaat dan menjauhkan mudharat dari kita semua. Apa yang saya tulis dalam artikel ini murni dari gagasan saya DENGAN TIDAK MENEGASKAN bahwa sebagian atau seluruhnya tervalidasi dengan berbagai sumber-sumber hukum Islam. Singkat kata, saya hanya menyajikan pendapat saya. Kebenaran hanya milik Allah SWT. Saya hanya berusaha menafsirkan kebenaran itu sendiri. Kesamaan tulisan saya dengan berbagai artikel di luar sana, sepanjang tidak saya sebutkan hal tersebut sebagai kutipan, adalah ketidaksengajaan dan semata-mata kehendak Allah SWT.
Inspirasi PERTAMA, Bagaimana seandainya kita menyisihkan 10% saja rezeki harta yang kita dapat untuk sedekah? Allah SWT. dengan KemahakayaanNya telah melimpahkan rezeki yang begitu ruah kepada kita. Salah satunya, nikmat harta. Selain jauh lebih tampak mata dibandingkan nikmat sehat, nikmat hidup, dan nikmat tak kasat mata lainnya yang kerap kita abaikan, memperoleh harta kekayaan jauh membuat kita sadar bahwa Allah SWT. Maha Kaya dan Maha Pemberi Rezeki. Logikanya sederhana. Bukankah dengan harta, salah satunya, kita bisa mempertahankan hidup? Untuk makan? Untuk minum? Untuk membayar kos-kosan? Untuk membeli paket internet? Berbeda dengan nikmat hidup yang kita anggap sebagai kewajaran. Manusia harus hidup jika mau disebut manusia. Jika tak hidup, dia mayat manusia. Simpel. Manusia harus sehat karena manusia yang tidak sehat tidak bisa secara cakap dan leluasa menjalankan fungsinya sebagai khalifah di Bumi. Simpel. Tapi, kaya? Apakah manusia harus kaya untuk seluruhnya? Di sini timbul relatifisme. Allah SWT. tidak menjadikan manusia, untuk seluruhnya, kaya atau miskin secara materi. Pun juga secara immateri. Kita batasi khusus pada aspek materi saja.Bagaimana? Ada tanggapan untuk inspirasi pertama saya? Sudah capek baca? Eits, tunggu dulu. Masih banyak nih inspirasi saya. So, next to descripe my second idea.
Allah SWT. menjadikan harta yang diberikan kepada kita sebagai dua hal : personal interesting atau kepentingan pribadi dan social interesting atau kepentingan sosial. Itu sebabnya ada zakat, infaq, dan sedekah. Kita batasi pada sedekah. Menurut Sahabat Manyar, seberapa pantas kita bersedekah? Dari sisi jumlah dan bentuk. Atau, yang lebih mudah. Apa sih alasan yang mendorong kita untuk sedekah?
Jangan Takut Sedekah
Pertanyaan kedua cukup mudah dijawab. Subyektif, sebagai tanda syukur kita pada Allah SWT. atas rezeki yang dikaruniakanNya. Hal lainnya, seperti fungsinya, rezeki dari Allah SWT. adalah alat untuk memenuhi kebutuhan sosial orang-orang di sekitar kita. Ada banyak alasan lain yang Sahabat Manyar bisa temukan untuk menjawab pertanyaan ini. Masalahnya pada pertanyaan pertama. Berapa sedekah yang pantas dan bagaimana bentuknya?
Nabi Muhammad SAW. pernah bersabda yang intinya senyum itu sedekah, tidur di bulan Ramadhan itu sedekah, menyingkirkan rintangan di jalan itu sedekah, termasuk yang paling digemari Sahabat Manyar YANG SUDAH MENIKAH : hubungan badan dengan suami/istri kita yang sah adalah sedekah! Subhanallah! Begitu luasnya sedekah. Pertanyaan saya, seandainya kita dapat rezeki, sebut saja menang lomba menulis cerita pendek dan mendapat hadiah uang tuna sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), apa iya menurut hati nurani kita cukup dengan menyedekahkan sesungging senyuman? Pada pengemis yang lewat di depan jidat kita? Seandainya angka nol di belakang angka satu ditambah satu lagi, apakah cukup dengan memberikan sedekah uang sebesar Rp. 1.000,00 (seribu rupiah)? Atau Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah)? Silahkan prosentase berapa uang kita sedekahkan dengan rezeki uang atau harta benda yang kita dapat.
Tiba-tiba, tercetus di kepala saya, bagaimana jika kita menyedekahkan 10% dari rezeki uang yang kita dapat untuk kaum dhuafa atau proyek-proyek sosial di sekitar kita? Mungkin prosentase ini masih terbilang kecil. Tapi, ini prosentase minimal yang bisa kita anggarkan dengan gambaran rezeki tiap bulan yang kita dapat < Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per bulan. Logikanya, angka 10% itu terbilang cukup tinggi. Bayangkan, berapa cost untuk uang kos, makan, minum, kuliah atau ongkos kerja, biaya kesehatan, angsuran kendaraan, dan biaya lain-lain? Apakah cukup dengan pendapatan < Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per bulan?
TANPA BERMAKSUD PAMRIH, 10% rezeki yang kita sedekahkan sejatinya adalah investasi kita. Tabungan. Deposito. Saham yang kita gantungkan kepada Allah SWT. penggunaan dan alokasinya. 10% rezeki kita itu menjadi asuransi kesulitan kita di kemudian hari atau di kehidupan kemudian nanti. Bukankah sedekah selalu menguntungkan sepanjang digunakan dengan dan untuk hal-hal yang dibenarkan Islam?
Di sisi lain, dimana hati nurani kita ketika Allah SWT. memberikan kita rezeki harta dan menangguhkan rezeki harta bagi orang lain dalam keadaan yang fakir dan miskin? Lagi, bukankah di tangan kita rezeki orang itu berada? Ingat, dalam setiap harta orang kaya terdapat hak fakir miskin. Singkatnya, kitalah yang sedikit banyak menjadikan orang-orang di sekitar kita miskin karena kita tidak pernah memberikan mereka kekayaan bagi mereka dari rezeki yang Allah SWT. berikan pada kita.
Kalimat terakhir alinea di atas memang cukup kontroversial. Apakah kita harus selalu menyuapi mereka? Bukankah itu menjadikan mereka tidak mandiri? Nah, itulah sisi ujian kecerdasan kita. Salurkan sedekah kita pada orang atau kegiatan yang pantas kita berikan sedekah. Jika ada pengemis muda, gunakan sedekah kita, jika mencukupi, untuk memodalinya bekerja. Untuk pedagang gurem, yang barang jajakannya nyaris tidak pernah laku, berikan sedekah kita padanya atau belilah barang dagangannya dan berikan barang dagangan itu pada tetangga di sekitar kita. Ada banyak cara untuk sedekah yang aman, memberdayakan, dan menyenangkan.
Sudah tahu belum shalat qabliah Jum'at itu kontroversi? INGET, saya bukan maksud SARA lho! Kita bicara ilmiah saja. Baca hadist berikut :Nah, mengingat artikel ini sudah begitu panjang dan dengan pertimbangan minat baca dan estetika tidak memungkinkan lagi dilanjutkan, episode pembahasan kali ini cukup sampai di sini. Next, saya segera publish bagian kedua artikel ini. Jangan bosen baca ya! ^^
Abu Huroiroh radhiallahu ‘anhu menuturkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa mandi kemudian datang untuk sholat Jumat, lalu ia sholat semampunya dan dia diam mendengarkan khotbah hingga selesai, kemudian sholat bersama imam maka akan diampuni dosanya mulai jum’at ini sampai jum’at berikutnya ditambah tiga hari.” (HR. Muslim)Hadist di atas saya kutip dari artikel 'Adab Pada Hari Jumat Sesuai Sunnah Nabi — Muslim.Or.Id'. Bagian yang dicetak tebal, apa justifikasi menyatakan shalat yang dimaksud adalah shalat qabliah Jum'at? Shalat Tahiyatul Masjid bisa? Bisa! Kalau shalat dhuha? Bisa! Dalam buku Drs. Moh. Rifa'i berjudul Risalah Tuntunan Shalat Lengkap Cetakan ke-418 Tahun 2010 diterbitkan P.T. Karya Toha Putra Semarang, disandingkan dengan tulisan Al-Ustadz Abdul Mu’thi, Lc dalam artikel berjudul Tata Cara Shalat Jum'at, dikenal adanya shalat sunnah mutlaq. Shalat ini adalah jenis shalat sunnah yang bisa dikerjakan kapanpun dengan jumlah rakaat tidak terbatas. Pengecualian, shalat ini tidak boleh dilakukan pada waktu-waktu yang terlarang untuk shalat. Ustadz Mu'thi antara lain dalam artikelnya menyatakan shalat yang dimaksud dalam hadist tersebut adalah shalat sunnah mutlaq. Nah, inspirasi KEDUA, Bagaimana jika kita mengerjakan shalat sunnah apa saja yang diperbolehkan bagi kita dikerjakan sebelum shalat Jum'at?
Inspirasi ini lebih pada alternatifisasi perdebatan yang ada. Buat kalangan yang menyatakan shalat dimaksud adalah shalat qabliah, sepanjang ia yakin dengan ilmu dan hatinya, laksanakan saja! Untuk yang berpendapat shalat dimaksud adalah shalat sunnah lain selain shalat qabliah, laksanakanlah juga! Sepanjang yang bersangkutan yakin dengan ilmu dan imannya. Allah SWT. punya hak prerogatif menerima pendapat mana yang benar dan salah. Bukankah kebenaran absolut hanya milikNya?
Shalat Kok Dibuat Debat?
Yang jelas, sebelum hari ini saya selalu menjalankan shalat qabliah. Tapi entah kenapa Jum'at hari ini saya lebih menyukai menyelenggarakan shalat dhuha sebelum adzan pertama dan shalat hajat sesudahnya. Hak saya toh? Hehehehehe...
~BERSAMBUNG~
Sumber Gambar :
- Dokumentasi Pribadi
- Strawberry dengan modifikasi Jejak-Jejak Manyar
- Catatan Bejo Paijo dengan modifikasi Jejak-Jejak Manyar
Baca Artikel Selanjutnya : Alhamdulillah, Jum'at yang Berkesan... ^^ - Bagian Kedua (Habis)
Komentar
Posting Komentar
Pesan Manis Sahabat Adalah Ilham Magis Bagi Saya: