Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2013

Kulihat

Bendera Di Bidikan Sejarah Kulihat Seribu bendera merah putih Sobek di pusara mimpi Ku dengar sesah nafas perawan Terjaga dari bayangan mengerikan Ribuan suara menuntut waspada Sepuluh wajah menggeleng percuma Lalu. Waktu menunjukkan kebenarannya Dimana kanak-kanak yang murni meniti zaman? Dimana gadis jelita yang elok menghiasi taman ? Dimana jejaka gagah dan baju zirah? Dimana mereka semua? Dimana? Dimana?! *** Ku dengar tawa durjana Berpesta pora di atap dunia Ku dengar obrolan mereka Tentang syahwat atau cinta kilat Dan Kulihat Di bumiku bertebaran jasad-jasad membisu Tak mati . Tak pula hidup Nyawa mereka tercekat asa redup Merekalah potret bencana :    tunas muda diamuk masa,    bunga ranum dalam bencana , dan    ksatria tangguh di pucuk ajalnya Dan kau bisa menemukannya di tanahku Orang sebut ia... Indonesia Sumber Gambar : Dokumentasi Pribadi

Aseeeeeek... Libur Panjang Nih ┌( ಠ‿ಠ)┘

Sayonara NAH , berhubung saya mulai masuk masa libur semester genap , saya harus sampaikan bahwa setidaknya untuk bulan September 2013, Jejak-Jejak Manyar , situs blog kesayangan kita semua ini tidak akan banyak mem- publish artikel-artikel baru. Seperti alasan sebelum-sebelumnya, faktor jaringan internet menjadi faktor utama saya tidak bisa rajin mem- publish artikel baru. Tapi, jangan khawatir. Insya Allah jika memungkinkan saya akan suarakan sajak-sajak manis saya pada kesempatan tertentu. Selain itu, dalam waktu tertentu sudah saya siapkan scheduling post yang akan muncul pada hari-hari tertentu. Insya Allah bisa menghibur Sahabat Manyar dimanapun berada. Oh ya. Mumpung ingat nih. Tanggal 8 Juli 2013 nanti insya Allah kita akan menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan 1434 Hijriyah. Bagi semua Sahabat Manyar yang beragama Islam, SELAMAT MENJALANKAN IBADAH PUASA RAMADHAN TAHUN INI. SEMOGA PUASA KITA TAHUN INI JAUH LEBIH BAIK DARIPADA TAHUN SEBELUMNYA . AAMIIN. So, this is i

Suara Damba

Tulus Meminta Ampun Sejuta tangan tengadah Mendesah Di keheningan senja Atau di puncak malam yang gulita Hati yang gelisah Tak cukup muat sembunyi di balik pujian Dengarkan gemuruh penyesalan! Dengarkan jeritan ketakutan! Masa lalu. Karma mengejarmu Dan sejuta tangan semakin tengadah Merintih bak luka Di kedalaman pinta Di selaksa alun suara damba Pada Yang Esa... Sumber Gambar : AntaraSumbar.com

Hujan Semalam

(Tentang Biduk Keluarga yang Merekah) Rapuh Bahtera nyaris karam Dingin mencekam Badai melesak menyongsong gemuruh Di kepekatan hujan semalam Tangis. Dimana tangis? Jerit? Kemana dia? Hanya lolongan anjing malam kalut di antara kemasaian petang Kemana tangan-tangan panjang    yang biasa terulur memberikan tempat berpegang? Hanya tinggal sosok-sosok kosong Di antara titian bohong Di kecaman waktu melorong Menunggu pagi Sediakah kembali seperti semusim tadi?

Lingkaran Beku

Senja kelana Pucat engkau di ambang gulita Mega gulana pekat menyapa Hadir dari ufuk bahala Meneriakkan dendam luka yang lama Tak Ada yang Memperhatikan Kami Aku . Mereka Dan seribu kepala yang nyaris binasa Kami termangu di bawah purnama    yang membayang-bayang    yang semu di pintu angan jalang Pekik protes mayat kutu miskin yang mati hari kemarin Masih segar meniupkan kutukan nya yang bacin Aku. Mereka Dan seribu kepala yang kaku di ujung nestapa Kami bertanya :    "Dimanakah telinga yang mau mendengar kami?"    "Dimanakah mata yang sudi melihat kami?"    "Dimanakah hati yang duli menampung jerit sukma kami?" Sayang. Alam lengang Lingkaran beku begitu terjal mengekang Dan... Aku. Mereka Dan seribu kepala yang pasrah Perlahan tenggelam tanpa cahaya... Sumber Gambar : Book of Life dengan modifikasi Jejak-Jejak Manyar

In Memoriam

Rest in Peace Langkah sepi insani Satu, satu. Menapak di atas bumi Wajah tunduk merintih Mendaki hening di hati Mimpikah ini? Duka memberita Air mata tumpah Melesak ke angkasapura Hendak murtad, bukankah telah membeku itu jasad? Hendak mengiman, mengapa kita ditinggalkan tanpa ucapan? Keruh. Nada menjadi keruh Selaksa cita yang dirindu ,    selaksa damba yang dipacu       - punah! Hambar jejak duka cita. Belasungkawa Selamat jalan! Selamat tinggal, Kawan! Tersenyumlah ketika kau berhadapan di pangkuan Tuhan Katakan : Kucintai pertemuan ini denganMu Sembari kami titipkan pesan, bisikkan padaNya     Ijinkan kami bertemu dengan dirimu       -ketika waktunya tiba... Selamat jalan! Selamat tidur di keabadian Ku kenang kau dalam pujian Ku kenang kau     In memoriam .. Sumber Gambar : Menembus Waktu - Tanda-Tanda Kematian

Syam & Laila

Mereka hanya anak muda Memandang hari Seakan surga yang abadi Mereka hanya anak muda... Mereka selalu ber lari Melintasi bumi, Membelah savana dan setapak sunyi Mereka tak henti berlari Lalu. Mendung Halilintar mengurung Wajah alam tunduk berkabung Sendu sedankan sesal kisah yang murung Mereka tak pernah berhenti Sosok bak lukisan dewa-dewi Sentuhan rasa menjelma di hati Masa berganti, Generasi datang dan pergi Suatu hari Mereka bertemu seperti musim badai terakhir kali Kali ini Dalam perjalanan yang panjang Menuju padang ilalang yang lengang Pelabuhan hidup yang akan datang Selamat jalan...

Satu Lagi Sajak Cinta

Luapan Jiwa Satu lagi sajak cinta Mengalir bersama udara Tersesat di rerumputan, Tersesap di keheningan Ia mereka-reka jalan kembali Meraba gelap dan sepi, Menapaki jejak-jejak misteri    dan tanda tanya yang abadi Suatu hari nanti Sajak cinta Melesat tertiup angin pagi Mengangkasa; rekat di bawah surya Ketika kau menengok sekeliling Kemana gelap yang biasa menjelma menjadi bayangan? Kemana kecemasan, kekecewaan, kegalauan? Kemana pusaran dendam luka lama? Kemana segala? Kemana semua? Kemana? Saat kau bertanya tentang itu semua Sajak cinta kembali melesat ke cakrawala Bersamanyalah mereka Belajar arti ikhlas Belajar arti kudus Menjalani kehidupan yang keras    dan takdir yang samar dan hunus Setiap hari. Sepanjang hari Sampai akhir waktu nanti Begitulah ia Sajak cinta ku ... Sumber Gambar : Dokumentasi Pribadi

Kudus

Cinta mengalir Bagai air Menjadi kisah dibaluti untai takdir Kasih mengukir Bak pesona seribu wukir Menyangga angkasa elok menyihir Kudus kisah asmara anak manusia Menyanjungkan dendang puja Seribu dewa, seribu dewi Seribu legenda tanah bestari Kini Berbatas mimpi Remuk oleh sandiwara televisi Kudusmu... nisbi Wahai, Cinta Kasih...

Antipode*

Menyadarkan Diri (Seorang Manusia yang Manusiawi Tercenung di Tepi Kali) Aku tak tahu Siapa kamu yang ada tepat di bawah kakiku Aku sungguh tak tahu Dan aku lebih tak tahu Bagaimana pikiranku Bisa menerawang padamu Sekalipun kita tak pernah bertemu Sekalipun bayang mu Tak pernah terlintas di benakku Lantas, Mengapa perasaan ini begitu jelas? * Antipode : "1) dua tempat yang terletak di belahan bumi yang berlawanan; 2) belahan bumi yang letaknya berlawanan dengan tempat kita; 3) orang-orang yang saling bertentangan atau berlawanan pendirian." Sumber Gambar : Apa Kabar Dunia dengan modifikasi Jejak-Jejak Manyar

"Matahari" Ala Chrisye-Aning Katamsi : Hikmah di Balik Gejolak BBM

Kelam Berharap SEBELUM kita berbincang lebih jauh, simak dulu yuk lirik manis dari tembang yang melegenda ini? Ada banyak makna dan interpretasi (penafsiran) yang bisa kita tangkap dari tembang karya Om Eros Djarot dan Om Jockie S. ini. MATAHARI Oleh Chrisye-Aning Katamsi (BPB '99) Musim berlalu resah menanti Matahari pagi bersinar gelisah Kini... Semua bukan milikku Musim itu t'lah berlalu Matahari segera berganti... Dimana kau timbun daun yang layu? Makin gelisah aku menanti :    Matahari dalam rimba kabut pagi Sampai kapankah aku harus menanti? Awan yang hitam tenggelam dalam dekapan Daun yang layu berguguran di pangkuan Kapan badai pasti berlalu? Resah aku menunggu Kapan badai pasti berlalu? Badai pasti berlalu Haaaaa... Haa haa haaaaa haa haa Haa haa haa haaa haa Haa haa haa haa haa haa haaaa Dimana kau timbun daun yang layu? Makin gelisah aku menanti Matahari dalam rimba kabut pagi Sampai kapankah aku harus menanti? Musim berlalu resah menanti Matahari pagi b

Balada Subuh

Cahaya Harapan Panggilan Tuhan bergema sejagat raya Sejuta manusia menutup mata; seratus manusia terjaga Mimpi sebagian mengelabui mereka Taqwa sebagian menyadarkan mereka Gemericik air mengganggu kesombongan sepi sang subuh Mengalahkan muslihat pagi Dan merobek labirin pintu rezeki Langit tersipu Bintang melepaskan tawa bagimu    wahai hamba yang bersujud di atas tanah Sejagat raya menyampirkan puisi puja Padamu. Pada mereka Pada sekelumit manusia yang sudi menyapaNya Di tengah kantuk yang kusut menggila Ya Allah , wahai Engkau Tuhan Kami Ampuni diri ini Jika tak sempurna menghadirkan hati Ya Allah, wahai Engkau Sang Maha Kasih Ampuni kehadiran kami Dalam keterpejaman yang menyisa Terimalah sujud subuh ku , Ya Allah Terimalah dalam rahman dan rahimMu Kami hanya makhlukMu yang lemah Tak berdaya gegas menyambut panggilMu Sambutlah kami, ya Allah Sambutlah do'a kami subuh ini Dalam keberuntungan jaga yang kami nanti Aamiin" Dan waktu berl

19 Juni

(Suatu sore, seorang lelaki paruh baya terdiam pasrah dengan surat undangan merah jingga melekat di jari tangan kanannya. Tangan kirinya, sebatang pistol tua terkokang. Bibirnya gemetar. Nafasnya garang. Matanya, sarat luka ke angkasa menerawag) Air mata menyesak Luka mendadak Di tapal batas kota kita Ku jelmakan diriku menjadi pecundang Membiarkankan jasad mu hilang Layu. Ditiup angin senjakala itu Ada marah. Ada dendam menyerba! Kenapa ku diam saja? Jauh berbekas derap kakimu memapas :    Jarak. Waktu. Impian yang remuk lepas Semilir angin mengejekku Menampariku. Meludahiku Dan aku tak berdaya Bukankah ku pantas untuk itu? 19 Juni Di tepian celah dua kota ini Sama seperti lima tahun yang aku sesali Di jemari Sampul jingga tanda cinta menepi Selamat bahagia, Kasih... Selamat menjalani tualang cintamu yang kudus... ... dan tulus... (Dan sebingkai undangan itu terkulai di tanah. Senada dengan jasad lelaki putus asa itu, berlumur darah mengakhiri hidupnya)

Kasihku Ditelan Buih

(Sajak Seorang Veteran, dari sebuah dermaga yang sepi) Aku coba percaya Pada laut yang biru Dan angin darat yang bersahabat Tapi,    selalu saja : Mereka khianat Aku coba yakin Udara tak lah terlalu dingin Dan angkasa menjadi wadah dari kepungan jutaan ingin Tapi,    selalu saja : Mereka mengecewakanku jua Sewindu aku berjalan Dalam letih gemetarnya angan Dalam perih gemalaunya harapan Kasihku ditelan buih Jejaknya yang ku kecup November berwindu lalu Menjadi angkuh Menjadi keruh esok yang gemuruh! Kasihku ditelah buih Tak ada lagi selembang asa menjamahku Memapah kakiku yang lemah berdiri Tak ada lagi Dan kini, Wahai... Pada siapa mesti ku gantungkan mimpi?

Persimpangan Masa Depan

Jalan nasib bertebaran Hening merisaukan - mengerikan Menjaring geliat ketidakpastian Masa depan di persimpangan Penuh pertanyaan; sesak kegentaran Musnah menatap langit : "Ajari aku arti sempit..." Bondowoso, 5 Juni 2013 (Pukul 00.33 WIB) dengan beberapa perubahan.

Nasehat Chrisye Untuk Para Aktivis : Refleksi Lagu "Hilangnya Sebuah Pribadi"

Selentingan Sang Legenda CHRISYE (alm.) , sosok musisi legendaris yang meledak dan masuk ke kancah musik nasional dengan debut Badai Pasti Berlalu tahun 1977 dikenal sebagai sosok penyanyi solo pria yang anteng (Jawa : diam, tenang, tidak banyak tingkah). Publik mengenal beliau dengan lagu -lagu yang secara umum bernafaskan cinta. Dan, memang itulah yang terkenal dari beliau. Tapi, tahukah di antara Sahabat Manyar sekalian jika beliau juga "aktif" menembangkan lagu-lagu yang humanis dan ada kalanya mengusung tema kritik sosial? Tulisan kali ini akan membedah salah satu lagu Om Chrisye yang cukup kental nuansa kritik sosialnya. Dan yang lebih penting, cukup relevan dengan situasi kita saat ini. *** Di tahun 1984 (setidaknya demikian dalam folder album yang saya miliki), Om Chrisye bersama-sama dengan dua sosok musisi kawakan lainnya, yaitu Om Eros Djarot dan Om Jockie S., melahirkan sebuah karya musik baru yang menjadi album lagu kesekian Om Chrisye. Album t

Ya Allah

Ya Allah Di Bumimu kami tersesat Dalam perjalanan yang kusut berkarat Dalam penantian panjang rindu syafa'at Ya Allah Di Lautmu kami mengarung Dibanting angin busung Dilempar gelombang murung Ya Allah Di Langit mu kami tualang Diremukkan badai malang Disentakkan gentar menjulang Ya Allah Di haribaanMu kami termenung Kami rindu cinta Mu Kami damba kasihMu Lepas lelah langkah kami berlari, ya Allah Kaki kami luka letih Lunglah jengah kami mengepali, ya Allah Tangan kami retak menantang sepi Duli Duli Dulimu, ya Allah Hanya  duliMu kami nanti... ... ya Allah...

Wajah Hidup

Sejuta Harapan Di Sini. Setiap Hari Terminal Tawang Alun, suatu hari yang laun Mereka datang; mereka pergi Setiap detik kembali. Setiap itu pula menghilang Ada raut asa. Selebihnya patah Ada sorot damba. Selebihnya... pasrah. Mereka tak pernah menyerah Sekali. Dua kali. Seribu kali Berjalan menghampiri penumpang dan bayi-bayi Hanya untuk menerima lambaian tangan dan kata 'tidak' Atau keangkuhan diam tanpa gerak! Setiap hari. Setiap waktu yang berganti Inilah yang terjadi Mereka tak peduli Mereka tak akan pernah peduli :    Sampai kapan kekusutan ini melestari Mereka hanya percaya :    Tuhan ada. Dan rizkiNya pun jua ada Entah. Kapan mereka bisa bercucuran menerimanya Di terminal ini ku menyaksi Di bangku bus antarkota ini ku berjanji :    Ku suarakan juangmu, Kawan ... Sumber Gambar : BisMania - Jalur Selatan : Terminal Tawang Alun

Pelaminan

On This Place Happiness (Sometimes) Always Seen Sepasang tubuh hadirkan sepasang senyum yang sembul dari sepasang wajah anak manusia. Selaksa rasa pancar dari selaksa bah'gia yang terbit dari selaksa damba. Dermaga baru dilabuh. Sampan baru siap dikayuh. Lautan ombak, padang angin berarak menunggu. Mereka telah meneguh. Bertaut janji hadapi segala tanpa keluh. Dan berjuta syukur menegur berjuta gentar yang berjuta kali menyusupi hati . Tentang malam pertama . Tentang bayang-bayang menyosok orang tua. Tentang kelestarian kasih sayang dalam dada. Segala merotasi. Perlahan tapi pasti. Bergerak tak kenal henti. Jiwa mereka terbang. Melesak, melayang. Jauh menembus awan tinggi. Sejalan waktu berjalan. Satu per satu, tamu jauhi gelanggang. Setapak demi setapak, pengantin sirna menyongsong surga. Dan pelaminan serentak sepi. Tinggal puing riuh sesaat yang lalu. Tapi, adakah yang menangisinya?      Yang terdengar hanya gumam puja dan dengki. Seribu sobat, karib sahabat.       

10%... Yap! Hanya 10%... ⊂◉‿◉つ

Berani Sedekah 10%? SEDEKAH itu ternyata susah-susah mudah. Susah karena harus memikirkan bentuk atau besaran nominal sedekah kita , siapa yang pantas kita berikan sedekah, dan kapan waktu yang tepat untuk sedekah. Mudahnya? Tentu saja karena pilihannya banyak, yang otomatis membuat si orang yang akan bersedekah mengalami kesulitan. Persis saya sampaikan di awal. Hehehe... #Mbulet.com# Di artikel sebelumnya yang berjudul Alhamdulillah, Jum'at yang Berkesan... ^^ - Bagian Pertama , sudah saya jelaskan beberapa inspirasi yang saya dapat di hari Jum'at kemarin. Nah, tentang inspirasi pertama soal sedekah sebesar 10% dari rezeki yang kita dapat , saya mencium ada banyak kontroversi dan kesulitan untuk menerapkan. Selain nominalnya yang nanti akan relatif besar, pertimbangan pengeluaran tiba-tiba menjadi faktor penghambat upaya sedekah tersebut. Tulisan saya kali ini akan memberikan beberapa alternatif menjalankan konsep sedekah 10% rezeki materi seperti yang saya singgun