Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2012

Pagi

Selamat Datang, Pagi! Senyum menyinari Titik embun Di atas kaki kemerlip di bias hari Ada ragu. Ada gentar Ada nyali gegap dan kekar Sejuta rencana Seribu angan Berseliweran coba diwujudkan Jalanan ramai oleh langkah Udara sesak oleh dahaga Dan di ujung senja Seratus juta manusia terdiam dalam tawa:                     Akhirnya aku bisa mencoba... Dan. Biarlah duka hari ini menjadi sejarah Dan. Biarlah kemenangan hari ini menjadi bara Di depan. Selaksa hari masih menanti Hendak terlenakah kamu dengan kesemuan kini? Bangun, Kawan! Bangun! Berdiri dan bergeraklah laun Sebelum meraih dengan anggun... Sumber Gambar: Kompasiana - Cahyadi Takariawan

Sajak Pendek

Entah Ku tembangkan di tepi senja Ketika jingga menyala Dan jarak memisahkan kita Semoga kita berjumpa                    Lagi... Sumber Gambar: eRepublik - The New World

Harap yang Busuk

Hampa Sudah Tiba-tiba bau Hati mendadak basau Jalan yang terang Seketika gelap menghadang Cemara-cemara hijau Mendadak gugur dan galau Hampa sudah impian Kering sudah harapan Setitik angan menjadi kosong Lalu menjelma menjadi gorong Busuk dan gosong Harapku Laksana debu dan titik abu Punah sudah yakin Menyerbu kini dingin Tuhan, Mengapa Kau buyarkan? Sumber Gambar: Secuil Catatan

Bukan Hanya Mimpi

Jangan Gentar Berlayar! (Kepada Dewaruci dan Para Pemimpi) Dan segeralah angkat temali! Jangkar. Sauh. Lipatlah dahulu! Ke seberang kita kan melanglang Menyapa benua dan terusan asing Mengitari selat dengan hati yang bising:                     Oleh ambisi dan emosi Bukan hanya mimpi Dan segeralah pasang kompas! Rasakan hembusan angin panas Dan cumbulah sesembab dingin yang mengupas Cuaca. Ah. Apalah dia? Gairah jauh lebih perkasa                     Mengapa musti menyerah? Bukan hanya mimpi Di sini jejak kita pertama kali Sendiri. Sepi Dalam hening dan kemahabaruan alam raya Kita mulai berpikir. Merintis Dan mulai menarik garis:                        Kemana catat...

Burung-Burung Pucat

Menunggu Cahaya Terbangmu sayat Merangkak Di antara kepungan angin tak bersahabat Kicau merisau Teriakan jantan layu dalam parau Seisi alam kau jelajahi Seisi hati kau sambangi Tapi. Sepi. Sunyi Mati... Burung-burung pucat Melingkar di awang sesat. Hai! Bersabarlah dalam gelombang! Bertahanlah dalam kutukan ruang! Kawan, Duka tak pernah abadi... Sumber Gambar: Dika21 Weblog

Kepinding Buana

Hama Nusantara Jalanan mendadak sepi Pesta rakyat semusim tadi Menjadi hening dan serpih Tak ada kata merdeka Atau senyum sorot berjaya Tirai jendela mengatup Mulut-mulut mendesup Hilang suara! Di sebuah gedung Bergelimpang manikam tanpa tudung Seribu kepinding belatung bernyanyi dang ding dung Sorakan jejingkrak buntung Merayakan kemenangan dalam sejarah Reformasi. Demokrasi Menjadi rintis mimpi di atas tahta Tak ada yang bisa menyanggah Maka Semakin malam meninggi Dan semakin pagi mengulminasi Nyanyian kepinding buana Sumbang ceria dalam telinga Dan kita hanya tertunduk pasrah Sambil menunggu Kapan karma itu tumbuh Sumber Gambar: Sampirono Galeryku

Pesawat Terbang

Dipuja dan Dicela Melayang Terbang di langit terbentang Angin menabur Angan menyubur Di ladang kering gemersang terkubur Kemerlip pendar di malam hari Antar anak dusun Bersorakan di keliling api Nyanyian daun-daun Mengajak mereka menari Tentang putaran nasib yang melambat dan laun Kini Gegapmu cacat dalam berita Ketika perut lapar masih tak terisi Dan peliknya dahaga mengundang gelisah Seonggok pesawat mewah Nyelempit di hanggar bandara Kontan Seratus juta orang miskin menangis darah Kontan Seratus juta pengangguran menjerit murka Kontan Seratus juta anak bangsa terkapar histeria Dan kontan Seratus juta pujangga menggurat kata Menyampaikan kutuk dalam sajaknya Seperti aku... Sumber Gambar: AirBus.Com

Kantuk

Have a Nice Dream... Aku terserang kantuk Mata memerah. Berair Dan mendadak bening titik mengalir Ku rebahkan kepala di bantal Dan selimut di tubuhku melingkar Telinga tersumpal. Lalu:              tak terdengar lagi suara jangkrik,              tak terdengar lagi kuda meringkik,              tak terdengar lagi hujan rerintik Ku pejamkan mata dalam-dalam Nafas mengalun lambat Jantung mendetak laun merambat Dan. Aku transit ke alam mimpi Berkejaran dengan fiksi Sementara itu. Selisih sekian ratus kaki dari beranda Rombongan manusia malam berdansa di bawah bulan:               menunggu penumpang,               menunggu dagangan,      ...

Nyanyian Cinta Sumbang Iramanya

Sampai Kapan Kau Mainkan Musikmu Kau takkan pernah bisa Meramu tuntas lagu cinta Dan mengemasnya indah Hingga rayu di ujung telinga Sebab, kau tak pernah bisa Menyelaraskan kata-kata Dan mengalunkan iramanya Karena Kau tak pernah bisa memahaminya: Kata. Irama Keduanya Sumber Gambar: Arthur Music Clipart

Budak Cinta

Terborgol oleh Cinta Menyembah bagai hamba Merangkak, menerjang kabut pekak Jalanan kian hampa Kau titi sendiri Kau titi sendiri Kau titi: sendiri Kau tak peduli Berapa jauh jarak kau tumbali mesti Kau tak peduli Berapa dalam ngarai kau susuri musti Kau tak mengerti Betapa letih kesetiaan kau sembahkan akan Dan kau lebih tak mengerti Betapa luka perjalanan yang kau tempuhkan Dan tak berujung balasan. Bahkan Tapi kau Menyembah bagai sahaya Menjilat, menandak tolol di kilatan ludah Kau terjerat nalar asmara Kau rasai sendiri Kau rasai sendiri Kau rasai: dirimu sendiri Sepanjang hari... Sumber Gambar: Berita Terkini

Di Kekal Malam Binal

Gulita dan Bencana Cerobong mimpi menguapkan asap sepi Bintang-bintang mati Mendung jalang menutupi Kuncup hati membusuk dalam hari Waktu demi waktu Waktu demi waktu... Sejuta kutuk pun mengganyang tanpa ragu Di kekal malam yang binal Mendayung sampan impian Kita terjungkir di tepi harapan Memandangi puing, Melirik bumi gunjing, Meratapi takdir yang pucat dalam keping Masihkah kau dengar geming? Sumber Gambar: Wallpaper4Me

Nyanyian Burung Gagak

Gerhana Hidup Dengarkanlah sejenak Nyanyian burung gagak Sorak semarai di tanah bercak Gemalau sajak yang kacau Menebar berita dari seberang galau: Seribu durjana tumbuh melata di dunia Derita bagai lumut di musim hujan Dan air mata Bagai rentetan peluru yang jatuh '98 lalu Koran-koran bising sendiri Langkah tegap sebatas mimpi Pagi cerah, senja berdarah Siang terang, malam cekam melengang Kokang senjata tumpul melawan musuh Namun tajam begitu kaum kusam menari dan menggaduh Lalu. Burung-burung gagak masih bernyanyi Dan di sini Jasad-jasad membangkai tanpa damai Menanti dalam kekekalan Dalam kutukan orde yang menyebalkan Sumber Gambar: Indonesia Media

Perjalanan Memburu Matahari

Kejar Dia! Tak perlu lagi kau tangisi Mendung dan badai Di tanah kita mengusut dan menderai Tak perlu lagi kau murkai Banjir dan lahar Ke dalam hati mendidih dan menyebar Angkatlah dua kaki! Genggamlah kepalan tangan dan jari! Jalan masih panjang, Bung! Untuk apa meratapi hari ini jika kuntum esok masih menyeringai? Gegaskanlah rencana dan kumandangkanlah gairah Matahari dan sinarnya masih membara Dan sajak kita masih setia: menemaninya Dalam perburuan paling menyenangkan Dalam perjalanan... Sumber Gambar: Antobilang

Ada Kepinding di Tugu Tani (3)

Ah. Dunia Terbalik Begitu Cepat Sehari yang lalu senyummu begitu tumbuh Kenapa pagi ini luruh? Sehari yang lalu Dengan gagah kau pacu mobilmu Hai, Apa kabar si mobil baru? Sehari yang lalu kau bebas menghisap sabu Dan berpora ria di ladang durjana Lanjutkan lagikah nanti malam? Ku rasa Tirai besi menyapamu kini Sampaikan salamku pada kawanmu di sana: Kecoak. Cicak Dan kepinding muka onak Selamat berpesta lagi... Sumber Gambar: Kaskus.us

Ada Kepinding di Tugu Tani (2)

Sang Malaikat Pencabut Nyawa Kau menatap dengan nanar Seakan lupa Sejam lalu. Enam puluh menit yang lalu Kau larut dalam pesta dan sabu Kau menatap dengan gemetar Seakan lupa Semenit lalu. Enam puluh detik yang lalu Kau pacu langkahmu tanpa ragu Dan. Kau menatap dengan kapar Seakan lupa Sedetik lalu. Sekejapan mata itu Kau habisi nyawa delapan manusia tanpa iba Kini Kau berdiri seperti orang tolol Menanti mukjizat bergerombol Mengalir bagai air ke dalam botol Sayang, sungguh sayang Tuhan tak bebal alang kepalang Dia tahu Kapan anugerahNya tumbuh Dan kapan kiamat menabuh dan gemuruh Dan ku rasa Inilah kiamat bagimu Selamat menikmati, Kepinding Dungu... Sumber Gambar: Kaskus.us

Ada Kepinding di Tugu Tani

Saksi Bisu Tragedi Kelabu Melesat seperti kilat Memburu Seperti setan dikejar waktu Kau dengan mobil keparatmu Melaju tanpa mata Tanpa nurani Tanpa otak yang cerdas dan berisi Dengarlah! Bum!! Lihatlah! Gradak!! Rasalah! Sunyi mencekam Bumi mendadak diam Duka gemuruh. Satu demi satu Satu demi satu            Satu demi satu... Tugu Tani mendadak menjadi tragedi Sosok-sosok kepala tanpa dosa Tertumbal entah karena apa Dan sebiji kepinding Mondar-mandir di jasad mobil yang berkeping Hei, Monyet! Kemana otakmu, hah? Dasat bangsat! Puisiku menjadi kutukmu yang jemu Sepanjang hidupmu Sepanjang hidupmu            Sepanjang hidupmu... Ku tunggu ajalmu, Wahai, Kepinding...! Sumber Gambar: Arie Saksono - Saya Orang Indonesia

Primitif

Like A Million Years Ago Selalu. Singa memangsa rusa Dan buaya tak berhenti mengejar kuda Selalu. Serigala menelan anak kelinci Seperti ular menghabisi induk merpati Begitulah hukum alam semesta Seperti kita Anggota parlemen Memangsa rakyatnya seperti permen Kemunyah dan kemelutuk Gemerus dalam kutuk... Sumber Gambar: QBrushes

Ruas Hidup

Bahagia Bukan (Selamanya) Harta dan Tahta Jalani: seruas demi seruas         hidupmu Dengan seni dan rasa cipta Agar kau mengerti Apa itu rupa         dan apa itu warna Dan jalani: seruas demi seruas         hidupmu Dengan tulus jiwa dan cinta Agar kau pahami Apa itu damai         dan apa itu bahagia Sumber Gambar: Blog Santai

Puisi Angin

Dengarlah Suaraku, Angin Kibarkan senyummu, Angin Rabalah dada kami yang sepi Agar terusir sunyi ini Agar tersingkir bimbang ini Dan Terbitkan murkamu, Angin Bakarlah kemarau jiwa              dan debu kalut ambisi raga Agar tersadar fitrah kami Agar terbuka mata kami              tentang siapa kami Tolonglah. Angin... Sumber Gambar: Ari Software

Cinta, Jangan Kau Ragu Melangkah

Cinta, Ku Dambakan Kamu Meniti jalanan yang sepi Atau menanjak Berliku dan penuh duri Cinta, Jangan kau ragu melangkah Musim labil Cuaca menari dengan dekil Bertahanlah! Dan di ujung dermaga kita kan bersua Cinta, Jangan kau ragu melangkah Ombak selalu ada Dan badai bukan legenda Kenapa harus gentar padanya? Dan. Cinta, Jangan kau pernah ragu melangkah Bunga kuncup Surya merekah takjub Wahai, Jangan kau pernah surup Sumber Gambar: BestLagu.com

Ketika Akal Tumpul

Sesal Kemudian Tiada Arti Tangan teracung Suara lantang membumbung Sepetak tanah prahara Berbanjir darah dan air mata Gumam gulana pancaran surya Menjadi durja gemugus awan petaka Habis sudah kesuburan sawah Dan gemilang asa nuansa senja Tak ada lagi bah'gia memantul Terganti sesal gemuncul                        Ketika akal tumpul...   Sumber Gambar: Catatan Sederhana

Jelang Lelap

Met bobok... ^^ Biarkan malam merayap Dan hening berjalan menegap Biarkan sepi menghadang Dan bising setitik demi setitik menghilang Biarkan cahaya melesap Dan kekhidmatan kian lengkap Selamat malam Selimutkan mimpi di sekujur badan Selamat malam... Sumber Gambar: Fatchurr.com

Thalia

Musnah Damba Bagai impian Hadirmu menyorot pandang kekaguman Tak ada kemilau cahaya selain kau Tak ada kesejukan selain nafas keabadianmu Tak ada kedamaian tutur berdayu di aliran waktu. Kecuali kau Thalia Kau menjadi damba seluruh desa Bunga dan gulma Bersuka cita menyongsong setiap langkah Kau tebar wangi aroma senja Dan gemilang rona sinaran surya Sayang Lamunan kota membawaku beranjak ke sana Dengan mimpi selebar ufuk Jalanan penuh kutuk Kau titi tanpa merutuk Walau kini                        Kau kusam hilang bentuk Tak ada yang tahu Suaramu dimana tersisa Tak ada yang tahu Wajahmu dimana berada Di sebuah lorong kelam Sosok gadis sisa-sisa Menunggu entah di balik sepi Ku pandang dari kejauhan Ku nikmati dari titik sudut Mungkinkah engkau di sana? Sumber Gambar: Baltyra.com

Cinta Rapuh

Cinta Tak Seteguh Nampaknya Habis sudah kata puitis Dan sejuknya pujian yang dulu manis Usai pula tawa melapis Berganti liris air mata tangis Cinta yang rapuh Membuka lembar kisah kelabu Tak ada dendang suka cita Tak ada tarian sorak gembira Jutaan hamba Terperangah dalam durjana Di jurang nganga luka Sumber Gambar: Wahnuar

Nyanyian Kampung Halaman

Wajahnya Menapaki perbatasan Berbicara dengan kenangan Tikungan demi tikungan yang dulu ku lalui Kali ini Bagai nostalgi ku hampiri kembali Jejak roda si motor biru tua Bagai menggiring putaran bola dunia Membawa waktu; membawa rindu Bertumpahan di atas ladang putih biru Memang: tanahku tak segemilang rantau Memang: kampungku tak semerba tanah hijrah Tapi di sinilah ku punya rumah Di sini pertama kali Ku seduh segelas sinar surya Dan seteguk bias rembulan 'tuk ku pendam menjadi asa Di sini pertama kali Ku ranumi langkah kaki Hingga ku mampu berdiri. Berlari Dan kini ku daki tangga titian langit tinggi Bagaimana bisa ku pungkiri? Menapaki perbatasan Berbicara dengan pertemuan Entah manis pahit ku rasakan Di sinilah lagi Ku semai damai dan inspirasi Sebelum kembali ke medan api Dan berkelahi Dengan seratus ribu misteri Dan beratus juta caci maki... Menapaki perbatasan Halo, Kawan....            ...

Cinta Pertamaku

(Catatan Lelaki di Malam Sepi) First Love Never Dies Eh, si dia datang! Dengan langkah seanggun angsa Pendar mata berkerling penuh pesona Sosok rupawan juwita hati Bilakah kau turun menyambut kasih? Eh, si dia kemari! Melintas dengan penuh goda Segores senyum terumbar manisnya Sekelumit tubuh yang lihai menawan Dimanakah engkau labuhkan hati? Eh, si dia bicara! Sepenggal kata damai suaranya Meniti rambatan udara Menyusup telinga Menghapus dahaga batin yang resah Ah, aku tersiksa... Dan Semua itu masa laluku Mengenang sejarah masa remaja Dan ingatan silam yang memancingku tertawa Dan dia Entah dimana dia Andai kau dengar laguku Kenanglah satu       Aku selalu merindu Sumber Gambar: Nano Pertapan

Suatu Hari (Khayalan Seorang Pemuda Desa)

Menunggu Waktu dan Tergusur "Suatu hari Ingin ku bangun desaku Dengan keringat dan cucur air mataku sendiri Akan ku sematkan cangkul Menjadi pengabdian yang tunggul Dan akan ku alirkan sungai Membelah ladang-ladang kering Dan rerumputan gulma yang tertawa bising" "Suatu hari Ingin ku bangkitkan semangat kawan-kawanku yang hening Bergumul kembali dengan lumpur Bersahabat lagi dengan kerbau dan warna hijau Angin Biarkan mereka berlarian Menyentuh batang-batang padi dengan keramahan Meninggalkan harapan Ketika musim hujan di perjumpaan" "Suatu hari nanti..." Tiba-tiba khayalan terinterupsi Suara sepatu pembangunan Nyaring melengking menyusuri pepohonan Suara mesin-mesin berhamburan Burung-burung hilang sarang Perlahan demi perlahan Kebun dan huma tinggal kenangan Petak sawah dan pekarangan Tinggal potret jepretan masa penjajahan Beton-beton dikirimkan Besi cor ditumpukkan Desain bangunan dipajang di papan pengumuman Habisl...

Bunda

Meratap Dalam Sepi ( Merangkak di Bias Sunyi) Siapa yang mengerti Sosok lelah di muka cermin Memandang sayu di keheningan malam dingin? Siapa yang mengerti Dia menutur pinta dalam diam Meski mata memaksa pejam? Siapa yang mengerti Wanita yang letih di sana Menumbal lelah dan memeras dahaga tanpa berkesah? Siapa yang mengerti? Kau bertutur tentang masa depan Merancang tujuan Menyusun gagasan penuh keyakinan Di sudut rumah yang beratus kilometer jaraknya Wanita itu merukuk dalam pasrah Renjana jumpa. Senyum bahagia memandang yang didamba Ia haturkan kepada sepi. Kepada sunyi Karena tak ada lagi yang mengerti Selain dinding bisu tembok kamar Dan teras beranda yang kian hambar Kau bermimpi tentang tahta Dan berlian indah di pucuk mahkota Di sudut rumah yang terpencil di sana Dia tak henti mengamini impiamu Dan kau semakin tak mengerti Semakin tak mengerti Semakin tak peduli... Wanita itu terus meminta: "Tuhan... Ijinkan ku pandangi wajah lembut ...

Pre Wedding

Kembang Cinta Bersemi Senyum sepanas matahari. Hehehe... Bahagia rupanya Selaksa cinta menumbuh bagai ilalang di musim penghujan Kuncup bunga mekar. Dan sosok kumbang yang kekar Dunia seakan berhenti berputar Menunggu hari. Menunggu jam Menunggu menit Menunggu detik! Dan. Penantian panjang kan kau petik Silauan tatap semesra rembulan. Hehehe.. Kasmaran lagi ternyata Gelombang pancaran kasih menembus selubung bumi Dan amukan samudera damba nyaris membelah dada Waktu (terasa) begitu lambat Dan kesabaran menipis begitu cepat Begitu cepat. Begitu cepat Begitu cepat! Hahahaha... Tak sabar merayakan Malam Gemilang Begitukah? Aku dan kejauhan Di persaksian gelora asmara sepasang anak manusia Aku tersenyum sendiri Tertawa sesekali Dan menung, masygul jutaan kali Berapa banyak akhir bahagia semacam ini? Senja menyala warna kesumba Mereka-sepasang kupu-kupu cinta -kepakkan sayap dam mulai merayap Menyusuri jalan menurun Menuju lembah Menyingkir dari puncak bu...

Teruntuk Masa Remaja

Warna (Semestinya Selalu) Menjadi Warna Warna. Raut pesona menyaput dunia yang lelah Bertebaran mereka dengan seribu gaya Seribu senyum. Seribu murung Seribu hati yang lurus meski terkadang lengkung Seribu damba    meski sakal di tengah coba Setiap hari bagai sisi belati Tumbuh di antara kelakar musim Mencoba segarnya waktu Walau kusut dan layu Seribu dada yang gairah. Seribu jiwa yang gundah Seribu yakin bahana. Seribu gentar menggema Seribu kata    menggumam hati yang pasrah Kuncup-kuncup mulai rekah Dan kumbang merangkak dewasa Semarak ladang oleh kicauan suara Ada tawa. Ada segukan tangis menggila Ada yang menung. Ada yang lonjak dengan gagas menyala gegas Seribu rencana. Seribu pasrah Seribu uji coba     diangan dalam langkah Ya! Ini gerombolan pemula! Ya! Ini barisan pemuda! Ya! Ini tumpuan sejarah! Ya! Kemanakah kalian melangkah? Wahai... Surya boleh berjuta kali Naik turun dari kulminasi Wahai... Rembulan b...

Damai Setengah Tiang

Benih Itu Muncul Lagi... Dengar! Letup senjata mulai menggelegar Dengar! Derap sepatu makin gelepar Dengar! Seseguk tangis di sudut kamar Tak lama Darah akan tumpah di sini Dan luka. Dan air mata Dan nanah. Dan marah Dan gelisah. Dan sejuta kecamuk hati yang tak terkata Menebar bagai ranjau paku di sabana kusta Kepada langit mereka menengadah Memberi penghormatan terakhir kalinya Untuk sang damai Yang berkibar setengah tiang Dikecamuknya dendam dan garang... Sumber Gambar: Tips Dia

Ketemu Deh! Ebook Maker: Thanks RemoXP ^_^,,,!

Satu Software , Mencerahkan Segalanya n_n Jujur, bertahun-tahun sejak "menikmati" Internet tepat umur 16 tahun, saya semakin berharap suatu saat saya bisa membuat buku. Paling nggak buku elektroniklah. Yap. Buku elektronik. Tak terkendala mencari penerbit A, B, Z; negosiasi royalti. biaya ini, anggaran itu; dan tetek bengek lainnya, buku kita sudah berada di tangan orang lain dan memberikan berbagai manfaat yang tak dapat dihitung (kalo itu buku berguna ya. Hehehe...). Memang, kendala dari buku semacam ini adalah: mudah menyebar dan tidak ada keuntungan langsung untuk kita . Semua orang bebas mengunduh dan menyebar-luaskan ebook kita ke segala penjuru jika tidak terproteksi dengan baik. Kebayang nggak satu ebook yang dibuat di Malang bisa nyampe ke Alaska dan kita tidak menerima pembayaran sepeserpun dari ebook tersebut? Itulah "kutukan" sebuah ebook . But , lepas dari dilematika itu, kita harus sadar betul resiko membuat ebook . Buku cetak saja bisa dib...

02.20

Selamat Tidur, Dunia... Sunyi menggilas. Tanpa batas. Tanpa bahas. Angin berteriak memanggili wajah-wajah yang pulas:            dalam baringan. dalam tenda. dalam pos ronda            dalam kesendirian. dalam dekapan. dalam pertanyaan Begitu sunyi malam ini? Dalam kamar aku menggumam sendiri Nyanyian Cretu dan irama kata ku gubah dalam rencana; ku konversikan dalam agenda membangun The New Indonesia Order . Tatanan negara tanpa dusta. Tatanan negara tanpa derita Tatatan negara tanpa raja Langit begitu dendam dengan gelantungan awan kelam Aku tertunduk dalam iri. Memandangi sekitar dengan dengki:           Bagaimana bisa mereka nyenyak sementara aku terjaga sendiri? Lalu ku jumput roti dan ku lahap sesenti demi sesenti Ganjalan sahurku esok hari Tepat. Jarum sang waktu tepat merujuk angka 02.20 Ku bersihkan remahan angan dalam keranjang Dan ...

Melepas Nostalgi

Badai Harus Berlalu! Berjalan Mengenang silam yang rindu dan dendam Aku. Sepasang sepatu. Dan ransel biru yang sama Menyusuri tanjakan Mengikuti suara hati yang gelisah Menerka: dari mana datangnya warna Dan: kemana ia sirna Hingga                 Aku kelabu dan membisu Tak ada anak tangga. Hanya jalan mendaki Mulus, meski kerap mengundang haus Dan dulu. Kita tak pernah peduli Kita hanya terus mendaki. Mendaki Berharap pucuk-pucuk cemara Melemparkan senyum semanis surga. Di atas sana Kini. Hening bagai lagu yang sunyi Biru Terasa sayat, hitam, dan belenggu Di puing puri yang sama Aku memandangi kumpulan mega Membayangkan selustrum lalu Dan kenikmatan kecup yang bertumbuh Kasih,                 Tak inginkah kau mengulanginya lagi? Ah. Apa guna ku reka luka lama? Apa guna ku sesali air mata jiwa  ...

My First Banner

Tentu yang masuk situs ini bakal bertanya-tanya: "Buat apa banner? Sepi juga. Lagian kan blog pribadi." Jawabannya gampang: Kreasi! Sekedar menuangkan inspirasi Sempat bingung awalnya gimana cara bikin yang namanya banner. Sekali coba, dua kali ganti, dan yang ketiga, jadilah banner di bawah ini (kalo "sedikit error " harap maklum. Kesalahan teknis :D): Harus diakui: that's not perfect . But, apa sih yang sempurna di dunia ini? Nobody's perfect and absolutely there is no anybody's creation which be a perfectionist thing . Apa ya mungkin sebuah ciptaan sukses sekali jadi? Dan itu, bannerku, apa yang mungkin langsung bagus dalam 3 kali pembuatan? Nggak mungkin lah. Tapi yang pasti, JANGAN PERNAH MALU DENGAN HASIL KERJA KITA. Seburuk dan sejelek apapun itu, mereka adalah hasil keringat kita. Hasil kerja keras kita. Mengapa harus malu dengan kegagalan di awal langkah. Itu sekedar sinyal: kita harus lebih berusaha lagi. So, keep spirit! ...

Dahaga & Jelaga

"Aku Ingin Kembali..." Kau merangkak Membelah hening sunyi yang pekak Kau meraba seakan tak kenali:    dimana dirimu kini Kau bertanya kepada entah Seakan kau tak kenali:   siapa dirimu kini Angin berhembus dari utara Dingin basah Lengkap sayup mengiba Anak lembah bercerita Tentang gaduhnya suara: pinta Kepada jati dan pinus yang jelas-jelas tak punya lidah Kau terus merangkak. Terus merangkak Terus merangkak... Kau coba menggapai Awan. Angan. Impian Namun. Kau kembali merangkak. Kembali merangkak Dan kembali: merangkak Kau yang dulu dahaga Mengharap kemucur air surga Kini Semakin dahaga. Semakin dahaga Semakin dahaga... Yang kau sesap pancuran kala itu Buka kesejatian berkah yang kau mau Dia morfin Kesemuan yang dingin Dan dengan tolol Kau hisap ia bagai sang bayi dan sebiji botol Kini Kau semakin dahaga. Semakin dahaga Dan. Semakin dahaga... Jelaga hitam Melumuri jalan yang kucil dan kelam Demerap hati rapuh Menikam batas da...

Pena-Pena Asmara

Kugubah Syair Cinta Ku luncurkan kata dalam selembar kertas Hening. Sepi Namun gemerincing Ketika nuansa mengalir kesudut bening Dengan bebas aku memuja Dengan lepas aku terpesona Tak ada nganga membelah Tak ada jurang ragu menengadah Dan pena asmara Ku rebahkan di samping meja Karena sajakku Dicuri angin. Ditiupkan berpusing, melayang di udara Menggelantung di awan Dan Di ujung senja Dia akan turun di depan beranda Ku harap kau mau memungutnya... Sumber Gambar: Sastra Langit

Dan Hanya Rasa

Bersemayam di Hati Yang mengalir ke dalam jiwa Bersatu rindu Bersama darah merasuk menuju aorta Menikam jantung dan paru Kita tak pernah tahu Bagaimana rangkaian terjadinya Yang kita (selalu) tahu Ketika ia sudah berwajah Dan mengganggu mimpi dengan senyumnya Ketika itu Kita akan menyebutnya Sebagai...       CINTA... Sumber Gambar: OmRudy

Mengejar Matahari Cinta

Kudambakan Sinarmu Mengejar sinarnya Merasakan hangat mengujur di lubuk jiwa Cakrawala hati Melebar lebihi jengkang kaki Aku. Kau. Selalu terkubur di jurang luka     Pongah . Lupa . Merasa benar adanya Dan kita (terus) terseret arus yang sama Tercengkeram nuansa Memunggungi cinta demi ego kita yang jengah Selalu: itu dan itu saja... Dari waktu. Ke waktu... Mengejar senyumnya Mendambakan pelukan selembut surga Jalanan (memang) tak pernah "sepi" Ranjau berduri tersebar di kanan-kiri; Di tengah makadam yang terjal dan kekal Apakah kita harus berhenti     dan menanti cuaca memperbaiki? Atau. Kita mesti mencoba     dan mencoba: membenahinya dengan tangan kita Dengan keberkahan kasih yang kita bina Tak peduli: berapa ratus abad lamanya . Tak peduli! "Jalan masih teramat jauh Mustahil berlabuh bila dayung tak terkayuh... Maaf... Cintaku Aku nasehati kamu..." Mengejar matahari cinta Berharap sekuntum asa mekar dar...

Pelita Tak Terang Lagi

Kau Tak Hangat Lagi Pelita tak terang lagi Sinarnya redup Surup Hampir mati Pelita tak terang lagi Nyala setengah hati Tatap mata kusam dan kelam Memandang ruang pekat dan semburat Kita tak bisa Menggantungkan hati padanya Karena Ia tak mampu lagi berdiri Bagaimana bisa kita sandari? Mari! Kita cari pelita baru Yang lebih teguh Yang lebih mengerti Isi hati kita Mari... Sumber Gambar: Syalala Notes

Jamban

Ingin Ku Kencingi Mulut Om-Om Di Sana! Kau sibuk menyusun rencana Membangun jamban Dan memilah Darah rakyat mana lagi Yang akan kau jadikan bahan bangunan Kau sibuk menghitung Berapa keuntungan yang akan kau dapatkan Sambil membayangkan Berapa banyak nyawa berjeritan Kau sibuk menimbang Saudara mana yang akan kau bikin kenyang Sementara ku yakin kau pasti melupakan Cemberut Tuhan yang kau  tertawakan Karena tak kuasa Menahan langkahmu yang durja Kau sibuk mengira, menduga Merancang alasan yang paling membenarkan Sama seperti aku Di sini Tak kalah sibuk mencari jalan Modus terbaik menghabisimu Menikam lidahmu dengan belati Dan menghujam hatimu dengan api Saat ku tunaikan dendamku Ku yakin takkan pernah ada yang tersakiti Dan jamban yang berdiri Takkan lagi terisi oleh kotoran Yang terbuang Tanpa sanggup membersihkan Hati dan pikiran... Sumber Tulisan: DetikNews.Com Sumber Gambar: Bed Room

Bias Tanah Kesumba

Kucumbui Engkau Dalam Dendam Terperangkap dalam damba Kupandangi ruang: hampa cahaya Senjakala ku lumat dalam kata Ku kunyah Ku telan bersama derita Ku pandangi bias Tanah Kesumba Menyala Menyiratkan luka di cakrawala Aku hening cipta Merasakan aroma darah mengucur dari Utara Ku pikir: hari ini akhir derita Ternyata: ini sambungan nestapa Kau. Aku. Takkan ada yang tahu Kapan cahaya benar-benar membasuhi tanah yang basah Kita takkan pernah tahu Kapan hangat surya Mengeringkan genangan air mata Kita hanya tahu: esok kita kan terluka. Lagi Dengan setangkup mimpi terobek di ujung dahi Patah. Sayat. Sesat. Dan kita hanya mampu merayap Dalam gelap!  Sumber Gambar: TanoBatak