![]() |
Dan Inilah Aku |
Ku arungi langkahku sendiri. Tak peduli apapun pendapatmu. Persetan dengan segala hujatmu. Inilah aku. Inilah jalanku.
Kata. Rima. Nada. Mengalir dalam darahmu memuja segala. Buat apa mendengarkan petuahmu jika kau gentar menjadi aku? Gunakah menuruti ocehmu jika kau tak mengenal alur takdirku? Inilah aku. Inilah hidupku.
Ku tak mau menuruti arus gelombang. Biarpun ia menegaskan pada lembah elok yang memadang. Ku tak mau mengikuti laju sang bayu. Untuk apa begitu? Inilah aku. Inilah pikirku.
Agama. Sejarah. Pandangan kekuasaan yang kau sodorkan di jidatku. Mengapa ku harus mengikutinya? Bukankah aku punya jiwa? Haruskah kau paksakan mereka seakan aku tak bisa membedakannya : mana yang benar dan mana yang salah? Kau lupa dirimu sendiri sesat memandang mereka? Haruskah ku mengikutinya? Inilah aku. Inilah hatiku.
Ku lalui umurku dengan taqwaku. Asas. BisikanNya sudah menjelas. Setapak di muka sudah ku papas. Jarak, biarlah panjang dan meluas. Rintang melintang menghadang berulang-ulang. Coba, biarkan saja ku hadapi mereka. Ku jalani segala. Ku pangkas keraguan yang ada. Inilah aku. Inilah ambisiku.
Cinta. Kemanusiaan yang kau bawa-bawa. Mengertikah kau keduanya? Bibirmu celemotan dengan kemunafikan. Kini kau tawarkan padaku arti ketulusan? Bah, lelucon apa lagi yang kau tampilkan? Inilah aku. Inilah watakku.
Ku tak pernah peduli : nasib bagaimana yang ingin kau jilati. Ku tak akan pernah peduli : bagaimana kelak kau 'kan mati. Ku hanya ingin kau pahami : bisakah kau pahami nasib dan kematian yang kami ingini?
Bendera. Patriotisme. Nasionalisme? Aku punya makna tentang semuanya. Tak perlu kau berorasi di pantatku soal bela negara atau sekedar harumkan nama Sang Bunda. Aku tahu! Betapa gagahnya kau mengajariku. Apalagi menyodorkan di mulutku. Perlukah ku robek bibirmu? Inilah aku. Inilah juangku.
Ku mau mereka-termasuk dirimu yang menggila di sana-berhenti berceloteh tentang dunia di depan wajahku. Ku mau, mereka-termasuk dirimu yang masih saja banyak bicara di sana-menjauh seribu langkah dari usaha dan tawakalku. Aku sudah bisa berdo'a. Tanganku masih bisa menengadah. Perlukah kau membantu jariku mengangkasa? Inilah aku. Inilah yakinku.
Dan sajakku ini-mengalir ke dinding telingamu. Menggedori kesombongan batinmu. Mencolok otakmu yang dungu. Membutakan sepasang mata jalangmu di situ. Aku tak marah dengan tegurmu. Dan aku lebih takkan marah nasehatmu. Yang memuakkan bagiku, mestikah kau mencekokinya ke hidungku berulang kali ketika sudah ku mantapkan kaki hendak melangkah dan menari kemana? Diamlah! Atau ku lumatkan tulangmu. Atau ku hanguskan namamu. Atau ku lemparkan kisahmu bersama bayang-bayang hitam di kepekatan hari esok yang merisaukan. Inilah aku. Inilah murkaku. Haruskah ku buktikan padamu?
Padamu. Ku ceritakan semua itu.
Sumber Gambar : Dokumentasi Pribadi
Komentar
Posting Komentar
Pesan Manis Sahabat Adalah Ilham Magis Bagi Saya: