![]() |
Sanggupkah Berkaca? |
Ketika kita menengok ke belakang
Ada haru biru tumpah di kalbu
Aroma darah pancaroba
Dan semangat juang anak muda
Bau pengorbanan menembangkan harapan
Begitu gempar kita menabuhkan genderang reformasi
Begitu hingar kita meneriakkan mimpi
Dan seakan pasti
Kita berjalan melepaskan tirani
Bergerak menyongsong musim semi
Kini
Ketika kita menengok (lagi) ke belakang
Ada sejuta dendam yang merobeki hati
Kemana saja kita selama ini?
Kemana saja belasan tahun ini?
Kenapa masih begini?
Apakah arti pertempuran tak setimbang waktu itu?
Apakah arti muntahan peluru?
Apakah arti tangisan ibu?
Apakah arti bakar?
Apakah arti makar?
Apakah arti kegalauan yang pancar?
Kita masih saja menghisap darah saudara sendiri
Menyingkirkan yang tersingkir
Dan meminggirkan sejarah para martir
Apa makna merdeka jika kembali dijajah?
Apa makna mencoba jika tak pernah berubah?
Untuk apa seragam-seragam itu kau kenakan
jika keamanan jalanan menjadi komoditi yang langka?
Untuk apa seragam itu kalian kenakan
jika perbatasan rawan dan memalukan?
Untuk apa seminar dan diskusi
jika telinga sudah dikunci dan mata ditutup dengan baja dan besi?
Untuk apa lagi demonstrasi
jika-sekali lagi-peluru menjadi jawaban atas kegundah-gelisahan?
Untuk apa pula puisi ini kau baca berkali-kali
jika hanya terpajang dengan pampang
dan kau muntahi dia dengan jalang
sementara di depan pintu
seorang kawan menunggu dengan proposal yang jitu?
Untuk apa kepura-puraan itu?
Jika
Kita menengok ke belakang
Rasanya
Kita harus menundukkan wajah dalam-dalam
Dan berjalan dengan tapak yang suram
Karena: Kita telah gagal
Benar-benar gagal
Dan hanya bisa menunggu dengan sakal
Kapan kesia-siaan ini buyar
Bubar...
Jika kita menengok ke belekang....
Sumber Gambar: Baitul Amal Islamic Youth Association
Komentar
Posting Komentar
Pesan Manis Sahabat Adalah Ilham Magis Bagi Saya: