![]() |
Petaka Hujan |
Langit menumpahkan liurnya
Tak ada Angin
Tinggal Dingin ke rusuk menusuk
Cekal jemari tak mampu bernyanyi
Beku bibir tak bisa menulisi:
kusam suram hari ini
Aku dengar seorang lelaki
Terbatuk. Tercekat di ujung hari
Ia biarkan Halilintar tertawa
Dan ia biarkan Rintik membasahinya
Aku dengar perempuan baya
Tergugu memandang Huma
Merdeka Kemarau lalu
Sirna diguyur Badai dan bisu
Ia hilang tawa. Hilang pula senyumnya
Goda suami di sebelah
Tertutup hambar gairah
Di tepian waktu dia mendesah:
mengutuk pancaroba
Dimana Perawan yang terkubur di padang Bunga?
Dimana Perjaka yang memburu Purnama?
Dimana Bocah yang menantang Udara?
Kemana sirna?
Kemana sirna?
Kemana?!
Dan Bumi semakin basah
Langit terus meneteskan ludahnya
Danau-danau luap
Rawa tinggi merayap
Sungai. Tiba-tiba hilang damai
Air Bah menyapu desa
Dan di sisi Atap
Tersisa sesobek Bendera
Tinggal Merah-Putih seruas jari
Menunggu detik terakhir:
disapu bersama alir
(didedikasikan kepada Ibu Pertiwi yang 'sakit kanker'. Semoga lekas sembuh)
Sumber Gambar: Future Corner
Kata-katanya kerenn !! kombinasinya pas gituuu ..
BalasHapussalut bangett ! hehehe :-d
btw, kalo ngga keberatan, mampir blogku yaa
http://callmemilii.blogspot.com/2012/04/bouilabasse.html
tentang cerpen2 gituu
thanks ^_^
@Unknown_User : **p Thanks gan udah mampir, juga buat apresiasinya. Segera nih meluncur ke TKP :rolled:
Hapus