Langsung ke konten utama

Kawah Wurung

//

Ada stepa dan ilalang membawaku kepadamu. Ya, kepadamu, Kekasihku. Kepada kamu yang menyimpan selustrum kerinduan bisu. Kepada kamu yang memendam seabad penantian kelu. Kepada kamu yang asyik bermain di telaga waktu dengan sekawanan bangau kertas yang terbangun di hulu-hulu alas dan enggan mentas : sebab udara sejuk ini membuatmu seakan bebas.

\\

Adapun serumpun bunga-bunga tumbuh menyibak jelaga. Ada anak kancil berlari di antara otak-otak dekil yang kerdil; yang susah dijauhkan dari pencil. Ada anak belalang berkejaran dengan angin yang membawanya julang, terbang; jauh ke awang-awang. Lantas mata mungilnya melihat bumi semakin tua, semakin pasrah. Mata mungilnya lalu melihat kamu yang masih nyaman dengan sajak-sajakku tanpa tahu kata-kataku sudah ramu bersama kamu yang masih lena dengan warisanku. Ah, dasar kamu!

//

Adakah sejarak jangat menjadikan penasaranku yang begitu hebat menemu obat tentang mengapa tubuh agungmu yang seharusnya pundung menjadi wurung? Adakah serentang bentang membuka rahasia alam semesta lalu kau terjaga dari rutukan sesalmu dulu menjadi tasyakur bagi orang-orang sepertiku yang wagu dengan lampu merah, gedung kaca, dan polusi atau bising klakson pedati? Aku ingin sekali melepaskan dirimu dari kucil yang kau bangun menjadi dinding atau nganga yang kau bangun menjadi hening. Dan kita seperti sepasang rama yang menemukan wajah di antara punah kuntum bunga.

\\

Adalah ranum segala kagum dan seluruh cium yang kutanam dan kusiram di antara bayangmu yang turun diam-diam. Seribu purnama. Sejuta malam tanpa cahaya lulus tulus kuhunus di antara diksi dan rima paling tandus. Kau kudus. Kau kudus. Kau kudus di antara harap yang hampir pupus. Pada stepa. Pada ilalang. Pada bayang-bayang indah nyiur dan gelombang. Pada kau aku datang. Pada kau aku kan tandang. Dan tak akan bisa pulang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The End of The Holiday ^.^

Menyambut Esok Yup. Saya pikir inilah saat terakhir saya ngabisin hari libur. Masa reses. Masa menenangkan diri dan menjauhkan diri dari aktivitas perkuliahan dan tugas-tugas yang naujubillah banyak banget. Ini hari terakhir, meskipun masih kesisa sehari besok, buat memikirkan rencana masa depan. Kenapa hari terakhir? Ya karena mulai Senin besok lusa nggak ada lagi rencana. It's time to action! Setuju? ^.^ Senin, jam 7 pagi, sejarah semester 4 studi saya dimulai. Dosen baru, suasana baru. Target-target baru. Saya yakin, sepanjang hati kita yakin, kita bisa melakukan apa aja. Kebaikan apa aja. Kesuksesan apapun meski terlihat rumit dan mustahil. Dan hal ini yang akan saya lakukan: Agraria harus dapat nilai A!!!! Itu tekad saya buat si dosen killer yang bakal jadi dosen di kelas yang saya ambil semester ini. Semoga ini bukan keputusan goblok saya. Tuhan, Ya Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, berikan petunjuk dan kemudahan bagi hamba. Aamiin... So, bagaimana denga

Aku Tertawa

Bayi pun Turut Menertawakanmu Aku tertawa Melihatmu Berebut gundu dengan bibir berlumas gincu Tapi, Aku lebih tertawa lagi Melihatmu sendiri Tergugu dan nyeri Ketika biji gundu itu melesat ke dahi ..... Bekas dan jelas Sumber Gambar : Google

Wahai... (Akhir Mimpi)

Nestapa Bunga-bunga layu Daun-daun Runtuh dalam pelukan kelabu Wahai , Sepi Mengapa musim begitu keji? Sepasang mata Tegak menyongsong derita Jemari mungil penuh luka Memeluk tangkai si kuncup dahlia Yang mulai kering dan punah Wahai, Dingin Seberapa panjang membaluti serbuan angin? Lembah itu Semakin kusam dan berdebu Matahari bisa mengingatnya Di atas batu Ya! Di atas batu itu Semusim lalu Seekor jantan asyik mencumbui betinanya Ya! Di atas batu itu Sang betina pasrah menerima kekasihnya Dan langit Dan bumi Dan semesta raya Ikhlas menerima mereka Mengalirlah gairah dalam cinta Semusim yang lalu... Wahai, Waktu Mengapa dengki nian kau berlaku? Halilintar Suatu hari datang dan mengantar Sepucuk kabar Bahwa cinta harus merepih dan buyar Merepihlah mimpi-mimpi Memuinglah rimbun kasih Air mata . Apakah guna? Cucur darah. Bisakah mengubah? Dan mereka berpisah di antara linang tangisan senja Merantau dalam galau Merundung dalam kabung San