Jujur sih. Kalo diliat-liat fenomena puisi di kalangan remaja saat ini lumayan bagus. Puisi nggak lagi cuma dipake di kelas-kelas pas lagi pelajaran Bahasa Indonesia. Parahnya lagi, siswa ngikutinnya sambil ketiduran. So , udah pasti nguap deh itu ilmu :) Puisi, diliat dari sudut manapun sebenarnya fleksi banget. Artinya, puisi nggak melulu harus berkiblat pada gaya penyair dan penulis syair terkenal macem WS. Rendra (Alm.), Taufik Ismail, Sutardji Calzoum Bachri, atau penyair abad jadul seperti Chairil Anwar (Alm.). Puisi nggak harus berbait-bait, berima tetek bengek pake model AAAA, ABAB, AAA--sampek Stasiun Jatinegara, atau sajak A-Z. Puisi, menurut saya sih, cukup memenuhi 3 unsur utama: PESAN , KESAN , dan KEINDAHAN . Menulis? Kenapa Tidak? Pesan . Kebayang nggak kita ngomong berbusa tapi nggak ada maknanya? Gitulah puisi. Sepanjang apapun kalo puisi kita 'hambar', berkutat pada persoalan di pikiran kita saja (baca: curhat gila-gilaan), pasti orang kabur baca ...
Sekali Terkepak Sayap, Pantang Pulang Merayap