Langsung ke konten utama

Dies Natalis Tirani Reformasi

Dulu kupikir pergolakan suara itu akhir segalanya. Aku salah. Dia awal dari semuanya!

Kakakku kerap berkata : "Orde Baru harus musnah demi kehidupan yang cerah." Aku sangat mempercayainya. Hingga di hari ia berangkat ke medan laga, hingga pelukan terakhirnya di rengkuhan lenganku. Hingga ketika bayangan punggungnya hilang di pertigaan jalan. Hingga detik itu aku masih yakin pada perkataannya.

Dan jasadnya teronggok di dalam peti kayu. Bisu. Muram dan kelabu. Di televisi begitu gaduh. Entah senjata, entah pekik laknat pada sang raja. Ku mengacuh. Ku hanya ingin memandangi muka kakak lelakiku sekali lagi. Ku hanya ingin memandangi parasnya 'tuk terakhir kali.

Tak Ada Guna Tumbal Darah, Air Mata, dan Harta... Jejak Manyar
Apa Guna Pengorbanan Itu?
Dan dulu kupikir pertumpahan darah itu akhir segalanya. Aku salah. Dia awal dari semuanya!

Raung merdeka dan sujud syukur bergema di mana-mana. Mahkota raja berpindah sementara teriak memaki masih meninggi. Revolusi lancar setengah misi. Dan perjuangan masih panjang lagi. Tiba-tiba bak dewi yuris bangkit dari kuburnya. Hukum merekah mencoba menjelma kembang yang harum. Sayang. Sebatas aum.

Lalu cerita kudeta berpindah pada mangsa lainnya. Perubahan harus mematikan. Dan satu demi satu cukong-cukong berguguran. Muncullah wajah-wajah demokrasi. Muncullah wajah-wajah hak asasi. Muncullah wajah-wajah hukum yang supremasi. Trinitas yang menawan di atas kertas.

Dan dulu kupikir pergantian wajah itu akhir segalanya. Aku salah. Dia awal dari semuanya!

Kini aku berdiri di keheningan bumi. Sekian belas tahun reformasi diperingati. Ku buka lagi kotak pandora memori. Ku cungkili biji per biji kenangan silam. Hitam dan geram. Di sudut nostalgi, ku temukan lagi suara asa kakakku yang mati. Reformasi harga mati. Reformasi janji pasti. Dan ku dapati lagi senyum iman kakakku yang mati. Kebebasan bersuara. Kebebasan berguyub ria. Selebihnya, carikan-carikan formula pemerintahan masa depan menumpuk menyerupai sampah.

Ku tengok hamparan lelucon di lembah sana
Ku lihat : undang-undang berlari menangis telanjang
Ku dengar : agama bersayat luka di jalanan mengejang
Ku lihat : kesumpekan menjadi-jadi
Ku dengar : keculasan merajah pasti
Ku lihat : seratus juta orang kehilangan mata mereka
Ku dengar : dua ratus juta orang kemalingan akal mereka
Ku lihat : kebenaran menjadi pembenaran
Ku dengar : kekhilafan menjadi kemakluman
Dan ku lihat, dan ku dengar : reformasi terkikik mengelus dagu. Sukses besar perdayai kita yang masih lugu

Dan kini kupikir seragam baru itu kostum muslihat yang paling laknat. Masihkah perkiraanku musti diralat?

Sumber Gambar : PelitaOnline.com - 15 Tahun Reformasi "Gagal Total"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The End of The Holiday ^.^

Menyambut Esok Yup. Saya pikir inilah saat terakhir saya ngabisin hari libur. Masa reses. Masa menenangkan diri dan menjauhkan diri dari aktivitas perkuliahan dan tugas-tugas yang naujubillah banyak banget. Ini hari terakhir, meskipun masih kesisa sehari besok, buat memikirkan rencana masa depan. Kenapa hari terakhir? Ya karena mulai Senin besok lusa nggak ada lagi rencana. It's time to action! Setuju? ^.^ Senin, jam 7 pagi, sejarah semester 4 studi saya dimulai. Dosen baru, suasana baru. Target-target baru. Saya yakin, sepanjang hati kita yakin, kita bisa melakukan apa aja. Kebaikan apa aja. Kesuksesan apapun meski terlihat rumit dan mustahil. Dan hal ini yang akan saya lakukan: Agraria harus dapat nilai A!!!! Itu tekad saya buat si dosen killer yang bakal jadi dosen di kelas yang saya ambil semester ini. Semoga ini bukan keputusan goblok saya. Tuhan, Ya Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, berikan petunjuk dan kemudahan bagi hamba. Aamiin... So, bagaimana denga

Aku Tertawa

Bayi pun Turut Menertawakanmu Aku tertawa Melihatmu Berebut gundu dengan bibir berlumas gincu Tapi, Aku lebih tertawa lagi Melihatmu sendiri Tergugu dan nyeri Ketika biji gundu itu melesat ke dahi ..... Bekas dan jelas Sumber Gambar : Google

Sajak Pendek

Entah Ku tembangkan di tepi senja Ketika jingga menyala Dan jarak memisahkan kita Semoga kita berjumpa                    Lagi... Sumber Gambar: eRepublik - The New World