Langsung ke konten utama

Peluit Kereta Demokrasi

Yap! Bersiap
Nyaring peluit kereta demokrasi berbunyi
Aba-aba keberangkatannya merangkak ke jagat buana
Ramai-ramai: kau, dia, dan mereka menaikinya
Tak peduli duduk di atas kursi. Atau berdiri di kaki sendiri
Tak peduli berjejal di koridor. Atau di atap telentang dalam teror
Berdesakan keberangkatan kali ini
Tapi:
Tak demikian seorang anak kecil
Bertubuh dekil di pinggir peron
Aku bertanya:
"Kenapa kau tak mengikutinya?"
Ia tersenyum lalu berkata,
"Sebab kereta itu akan jatuh dalam jurang di tengah jalan."

Aku terdiam

Belum habis kesadaran sempurna
Peluit kereta kembali menjerit
Kereta melangkah. Setapak demi setapak. Sedepa demi sedepa
Aku menunggu dan menunggu
Nasib gerangan apa di ujung situ

Dan. 13 menit berlalu
Kabar pilu menyeruak, membunuh
Kereta celaka
Di kilometer 13. Tepat pukul 13
Kabar angin berkata mereka masuk jurang
Yang gelap. Yang pengap
Dingin merayap
Kau tahu apakah itu?
Orang bilang: KKN namanya.
Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The End of The Holiday ^.^

Menyambut Esok Yup. Saya pikir inilah saat terakhir saya ngabisin hari libur. Masa reses. Masa menenangkan diri dan menjauhkan diri dari aktivitas perkuliahan dan tugas-tugas yang naujubillah banyak banget. Ini hari terakhir, meskipun masih kesisa sehari besok, buat memikirkan rencana masa depan. Kenapa hari terakhir? Ya karena mulai Senin besok lusa nggak ada lagi rencana. It's time to action! Setuju? ^.^ Senin, jam 7 pagi, sejarah semester 4 studi saya dimulai. Dosen baru, suasana baru. Target-target baru. Saya yakin, sepanjang hati kita yakin, kita bisa melakukan apa aja. Kebaikan apa aja. Kesuksesan apapun meski terlihat rumit dan mustahil. Dan hal ini yang akan saya lakukan: Agraria harus dapat nilai A!!!! Itu tekad saya buat si dosen killer yang bakal jadi dosen di kelas yang saya ambil semester ini. Semoga ini bukan keputusan goblok saya. Tuhan, Ya Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, berikan petunjuk dan kemudahan bagi hamba. Aamiin... So, bagaimana denga

Aku Tertawa

Bayi pun Turut Menertawakanmu Aku tertawa Melihatmu Berebut gundu dengan bibir berlumas gincu Tapi, Aku lebih tertawa lagi Melihatmu sendiri Tergugu dan nyeri Ketika biji gundu itu melesat ke dahi ..... Bekas dan jelas Sumber Gambar : Google

Sajak Pendek

Entah Ku tembangkan di tepi senja Ketika jingga menyala Dan jarak memisahkan kita Semoga kita berjumpa                    Lagi... Sumber Gambar: eRepublik - The New World