Langsung ke konten utama

Orang Tua. Anak Muda. Dan Manusia Sisa-Sisa

Suram Tanpa Cahya
Kita terperangkap di bawah sepatu penjajah:
Tak! Dia bukan Belanda
Tak! Dia bukan pula Negeri Sakura
Bah! Apa pula? Amerika? Bukan lah!
Mereka begitu dekat dengan kita:
Menguasai masjid dan mushalla,
Lalu turun ke kampung-kampung dan desa-desa,
Masuk ke kantor, instansi kotor,
Dan merayap di kampus-kampus

Kita tak punya celah: dan selalu saja begitu!
Kita dipandang sebelah mata
Mentang-mentang predikat remaja kontan saja dibilang tak tahu apa
Kita diukur dari banyaknya hari kita menghirup udara
Kita diukur dari lamanya kita membuka mata hingga berdiri saat ini
Pengalaman. Selalu itu jadi senjata mematikan

Negara berkata:
Dicari pemimpin usia 50an
Kita lalu berpikir:
Lha, yang muda tak adakah?

Negara berkata:
Pengalaman itu berharga
Kita lantas bertanya:
Kemana mencari jika tak ada celah?

Diskusi dan seminar
Podium dan meja-meja kekuasaan
Berapa banyak anak muda di sana?
Berapa banyak pembaharu di sana?
Berapa banyak sang penggerak di sana?
Belum habis tanya terjawab,
Manusia bungkuk beruban naik ke singgahsana
Jadi menteri. Ah...

Maka. Ketika coreng hitam tumbuh di wajah mereka
Dunia berkata: waspadalah, Anak Muda!
Dan. Ketika kaki mereka terseok karena menginjak beton-beton kehidupan dengan angkuh
Dunia kembali berkata: jauhilah, Pemuda!
Kita, untuk ketiga kali, bertanya:
Kenapa bukan kami yang menggantikannya?
Sekali lagi. Pengalaman. Selalu jadi senjata mematikan.

Maka. Tak perlu riset-riset itu:
Jumlah pengangguran bertambah
Angkatan kerja tak punya wadah
Total pengangguran sekian juta
Kau mungkin bertanya:
Mengapa?
Jawabnya mudah:
Tak ada ruang 'tuk ke sana
Kau kembali bertanya:
Mengapa?
Jawabnya sama: Pengalaman. Selalu jadi senjata mematikan.

Kita terpaksa harus membungkuk dan patuh
Sementara akhlak makin mengeruh
Dan jalan semakin gemuruh

Kita dipaksa untuk percaya
Dan berjalan di atas perintah
Ketika tebing mengaga
Kitalah korbannya...

Maka. Kita pun kehilangan masa muda
Bara yang menyengat dan api yang nyala
Menjadi puing di antara tumpukan sampah

Maka. Kita pun kehilangan cahaya
Pendar di dalam dada
Disiram hujat dan kata-kata
Menunggu detik: menjadi mati di antara pelik

Dan. Di akhir cerita
Takkan pernah ada lagi Anak Muda
Mereka telah dievolusikan oleh Teori Darwin
Menjadi Manusia Sisa-Sisa di Balik Hembusan Angin
Karena kalah saing: dengan Manusia Antik di birokrasi

Maka. Tak perlu lagi slogan itu:
Hidup Anak Muda!
Karena mereka sudah musnah
Menjadi keping. Menjadi titik
Partikel gemericik
Karena: Pengalaman. Selalu jadi senjata paling mematikan

Matahariku abu-abu...

Inspirasi dari: Dani Armanto - Orang-Orang Muda Yang Membangun Negeri
Linked by : Persinggahan
Sumber Foto: Click Clock of Imperefection

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The End of The Holiday ^.^

Menyambut Esok Yup. Saya pikir inilah saat terakhir saya ngabisin hari libur. Masa reses. Masa menenangkan diri dan menjauhkan diri dari aktivitas perkuliahan dan tugas-tugas yang naujubillah banyak banget. Ini hari terakhir, meskipun masih kesisa sehari besok, buat memikirkan rencana masa depan. Kenapa hari terakhir? Ya karena mulai Senin besok lusa nggak ada lagi rencana. It's time to action! Setuju? ^.^ Senin, jam 7 pagi, sejarah semester 4 studi saya dimulai. Dosen baru, suasana baru. Target-target baru. Saya yakin, sepanjang hati kita yakin, kita bisa melakukan apa aja. Kebaikan apa aja. Kesuksesan apapun meski terlihat rumit dan mustahil. Dan hal ini yang akan saya lakukan: Agraria harus dapat nilai A!!!! Itu tekad saya buat si dosen killer yang bakal jadi dosen di kelas yang saya ambil semester ini. Semoga ini bukan keputusan goblok saya. Tuhan, Ya Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, berikan petunjuk dan kemudahan bagi hamba. Aamiin... So, bagaimana denga

Aku Tertawa

Bayi pun Turut Menertawakanmu Aku tertawa Melihatmu Berebut gundu dengan bibir berlumas gincu Tapi, Aku lebih tertawa lagi Melihatmu sendiri Tergugu dan nyeri Ketika biji gundu itu melesat ke dahi ..... Bekas dan jelas Sumber Gambar : Google

Wahai... (Akhir Mimpi)

Nestapa Bunga-bunga layu Daun-daun Runtuh dalam pelukan kelabu Wahai , Sepi Mengapa musim begitu keji? Sepasang mata Tegak menyongsong derita Jemari mungil penuh luka Memeluk tangkai si kuncup dahlia Yang mulai kering dan punah Wahai, Dingin Seberapa panjang membaluti serbuan angin? Lembah itu Semakin kusam dan berdebu Matahari bisa mengingatnya Di atas batu Ya! Di atas batu itu Semusim lalu Seekor jantan asyik mencumbui betinanya Ya! Di atas batu itu Sang betina pasrah menerima kekasihnya Dan langit Dan bumi Dan semesta raya Ikhlas menerima mereka Mengalirlah gairah dalam cinta Semusim yang lalu... Wahai, Waktu Mengapa dengki nian kau berlaku? Halilintar Suatu hari datang dan mengantar Sepucuk kabar Bahwa cinta harus merepih dan buyar Merepihlah mimpi-mimpi Memuinglah rimbun kasih Air mata . Apakah guna? Cucur darah. Bisakah mengubah? Dan mereka berpisah di antara linang tangisan senja Merantau dalam galau Merundung dalam kabung San