Langsung ke konten utama

Memoar Seorang Cucu : She was Gone

Kala Senja Menyapa...
SUDAH lama banget ternyata saya nggak update tulisan di blog ini. Maaf ya Kawan. Akhir-akhir ini saya ada begitu banyak urusan. Mulai dari kepergian nenek saya (Maaf kalau saya nggak bisa jadi cucu yang baik sampe hari ini ಥ_ಥ) sampe tugas-tugas yang mulai berdatangan (lagi). Pohon semakin tinggi diterpa angin yang semakin kencang. Ketika seseorang diposisikan dalam situasi menuju kedewasaan, mental dan kepribadiannya diuji. Sanggupkah ia menjadi sosok dewasa? Kejadian demi kejadian yang mampir pada kehidupan saya sejak wafatnya nenek saya membuat saya berpikir : Apakah saya sudah menjadi sosok yang dewasai? Begitu banyak ternyata ketidakdewasaan di sekitar saya. Saya semakin... merasa asing. Semakin saya tahu, semakin saya ragu. Hari ini saudara. Siapa yang bisa menjamin esok dia tidak akan menjadi musuh kita? Dan, jika saudara saja bisa menjadi sosok yang berbahaya, apalagi kawan yang baru kita jumpa? Saya mencoba percaya meskipun susah.

Masa rehat sekian hari ini saya gunakan untuk berbagai hal : memikirkan nenek saya 'di sana,' merenungkan kelanjutan kisah 'orang-orang di sekitar saya', nasib saya, masa depan saya. Semuanya. Sebelum nenek wafat, nyaris setiap detik di otak saya terbayang wajah Indonesia dengan sepercik harapan dan setumpuk masalahanya. Setelah beliau meninggal, kenapa saya jadi tidak peduli pada Nazaruddin dan vonis seumur jagungnya? Kenapa otak sinis saya hilang ketika AS dibui oleh KPK? Empat buah puisi yang saya buat tentang kritik sosial mogok di dalam tas. Kenapa begini?

Kepergian nenek saya yang begitu cepat, 14 April 2012 setelah sebulan lebih menderita stroke, menjadi babak baru dalam hidup saya. Saya merasa... ada sesuatu yang akan datang sebentar lagi. Entah apa. Sesuatu yang klimaks, datang dari partikel-partikel kelicikan, kesombongan, ketamakan yang beranak-pinak. Sikut tetap saja menjadi sikut. Suatu saat nanti di sebuah jidat ia akan tersangkut. Masalahnya, kapan? Jidat siapa yang akan menjadi korban?

Nyaris tanpa pesan nenek pergi. Seperti menyimpan sejuta kerinduan akan almarhum kakek dan anak perempuan yang mendahuluinya puluhan tahun silam, beliau pergi begitu saja. Beliau meninggalkan sejuta bukti pengorbanan pada anak-anaknya. Cucu-cucunya. Beliau meninggalkan sejuta bukti kasih sayang pada orang-orang di sekitar beliau. Dulu. Kini, bisakah kami yang tersisa ini mengikuti jejak-jejak kebaikanmu?

Penyesalan, memang dan selalu, datang di penghujung perjalanan. Kepergian beliau menyisakan banyak penyesalan bagi saya. Banyak! Yang paling saya sesalkan : saya tidak bisa menatap wajah terakhir nenek sebelum beliau dikebumikan... (╥﹏╥)

Saya tidak menyangka. Benar-benar tidak menyangka. Sungguh di luar dugaan jika Ramadhan tahun lalu adalah bulan puasa terakhir yang saya lewatkan bersama nenek. Di luar dugan jika Natal tahun lalu adalah natal terakhir yang beliau rayakan.  Saya tidak menduga jika perjumpaan di bulan Februari itu adalah perjumpaan terakhir saya dengan nenek. Ketika masih sehat dan tegar menjalani masa tuanya. Dan saya lebih tidak menduga lagi jika pepaya yang akan masak 3 hari lagi itu adalah pepaya terakhir dari saya untuk beliau. Ah, Tuhan... Mengapa seperti ini?

Tidak akan ada lagi nenek berumur 70 tahunan yang akan "memaksa" saya membelikan untuknya Paracetamol dan Cimetidine berlembar-lembar. Atau Counterpain. Atau menyuruh saya membayarkan tagihan telepon yang nyaris tak pernah beliau gunakan selama bertahun-tahun.

Tidak akan ada lagi nenek yang memaksa saya untuk terjaga dari lantai dan pindah ke dalam kamar di pagi hari ketika saya sangat malas membuka mata. Tidak akan ada lagi nenek yang mengingatkan saya untuk pulang tak larut malam meskipun saya sering kali mengabaikannya. Kini yang tersisa hanya kenangan. Kenangan. Semua kenangan yang saya bangun bersama beliau sejak kecil. Kenangan kenakalan masa kecil saya dulu, yang kadang kala membuat beliau menangis hingga sempat "menumbalkan" beberapa gigi beliau hingga terpaksa memasang gigi palsu (saya tidak akan pernah melupakan 'dosa besar' masa kanak-kanak itu ಠ﹏ರೃ). Kenangan kehebohan masa kecil saya setiap kali menghabiskan waktu menangkap capung di sawah bersawah nenek. Saya ingat getah nangka yang menempel di batang lidi saya. Saya ingat capung-capung yang masuk perangkap saya. Saya ingat perjalanan yang selalu kami tempuh tiap kali awal bulan. Saya ingat semua.

Nenek yang selalu melebihkan diri saya dari cucu-cucunya yang lain. Apakah saya sudah melebihkan nenek saya dibandingkan orang-orang di sekitar saya? Nenek memberikan perhatiannya pada saya meskipun dengan omelan dan kerewelan manusia pada umumnya di masa tuanya. Sudahkah saya memberikan kasih sayang pada beliau?

Dimensi sudah memisahkan antara saya dan beliau. Kini. Dua dunia merentang tanpa saling berkata-kata. Dengan apa saya tunjukkan penyesalan saya? Sanggupkah do'a saya memudahkan jalan beliau di sana? Andai "perbedaan" itu tak pernah ada, barangkali saya bisa menebus bakti saya hingga kematian saya nanti. Sekarang? Apa yang harus saya lakukan?

Nenek, terima kasih atas semuanya. Terima kasih atas hari-hari yang indah, atas semua kenangan yang engkau buat bersamaku dulu. Terima kasih atas kesabaran yang engkau pertahankan untukku. Terima kasih...

Barangkali aku telah kehabisan waktu untuk mengucapkan perpisahan atau sekedar kecupan terakhir di keningmu sebagai tanda kasih. Barangkali juga aku terlalu kehabisan waktu untuk memberikan kenangan indah di hari-hari terakhirmu. Maafkan aku... ⎝⎲⎵⎲⎠

Ku harap engkau bahagia di alam sana. Ku harap engkau bahagia telah berjumpa dengan kakek, bibi, dan orang-orang yang telah lama engkau rindukan di sana. Aku tahu, keyakinan kita berbeda. Namun perasaan cinta itu tak akan pernah berbeda. Meskipun sesekali sempat berubah.

Cepat atau lambat, kami semua akan menyusulmu. Anak cucumu kini akan melanjutkan kehidupan kami sembari tak henti-hentinya mengenang kasih dan sayangmu selama ini. Maaf jika kami tak sempurna. Maaf jika kami tak sanggup mencoba menjadi sempurna. Maafkan kami...

Selamat jalan. Selamat berbahagia di pembaringanmu yang damai, Nenek...
Cinta kami untukmu... Selalu!

Sumber Gambar : Katakatalina's Blog - Sembunyi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The End of The Holiday ^.^

Menyambut Esok Yup. Saya pikir inilah saat terakhir saya ngabisin hari libur. Masa reses. Masa menenangkan diri dan menjauhkan diri dari aktivitas perkuliahan dan tugas-tugas yang naujubillah banyak banget. Ini hari terakhir, meskipun masih kesisa sehari besok, buat memikirkan rencana masa depan. Kenapa hari terakhir? Ya karena mulai Senin besok lusa nggak ada lagi rencana. It's time to action! Setuju? ^.^ Senin, jam 7 pagi, sejarah semester 4 studi saya dimulai. Dosen baru, suasana baru. Target-target baru. Saya yakin, sepanjang hati kita yakin, kita bisa melakukan apa aja. Kebaikan apa aja. Kesuksesan apapun meski terlihat rumit dan mustahil. Dan hal ini yang akan saya lakukan: Agraria harus dapat nilai A!!!! Itu tekad saya buat si dosen killer yang bakal jadi dosen di kelas yang saya ambil semester ini. Semoga ini bukan keputusan goblok saya. Tuhan, Ya Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, berikan petunjuk dan kemudahan bagi hamba. Aamiin... So, bagaimana denga

Aku Tertawa

Bayi pun Turut Menertawakanmu Aku tertawa Melihatmu Berebut gundu dengan bibir berlumas gincu Tapi, Aku lebih tertawa lagi Melihatmu sendiri Tergugu dan nyeri Ketika biji gundu itu melesat ke dahi ..... Bekas dan jelas Sumber Gambar : Google

Sajak Pendek

Entah Ku tembangkan di tepi senja Ketika jingga menyala Dan jarak memisahkan kita Semoga kita berjumpa                    Lagi... Sumber Gambar: eRepublik - The New World