(Suatu sore, seorang lelaki paruh baya terdiam pasrah dengan surat undangan merah jingga melekat di jari tangan kanannya. Tangan kirinya, sebatang pistol tua terkokang. Bibirnya gemetar. Nafasnya garang. Matanya, sarat luka ke angkasa menerawag)
Air mata menyesak
Luka mendadak
Di tapal batas kota kita
Ku jelmakan diriku menjadi pecundang
Membiarkankan jasadmu hilang
Layu. Ditiup angin senjakala itu
Ada marah. Ada dendam menyerba!
Kenapa ku diam saja?
Jauh berbekas derap kakimu memapas :
Jarak. Waktu. Impian yang remuk lepas
Semilir angin mengejekku
Menampariku. Meludahiku
Dan aku tak berdaya
Bukankah ku pantas untuk itu?
19 Juni
Di tepian celah dua kota ini
Sama seperti lima tahun yang aku sesali
Di jemari
Sampul jingga tanda cinta menepi
Selamat bahagia, Kasih...
Selamat menjalani tualang cintamu yang kudus...
... dan tulus...
(Dan sebingkai undangan itu terkulai di tanah. Senada dengan jasad lelaki putus asa itu, berlumur darah mengakhiri hidupnya)
Air mata menyesak
Luka mendadak
Di tapal batas kota kita
Ku jelmakan diriku menjadi pecundang
Membiarkankan jasadmu hilang
Layu. Ditiup angin senjakala itu
Ada marah. Ada dendam menyerba!
Kenapa ku diam saja?
Jauh berbekas derap kakimu memapas :
Jarak. Waktu. Impian yang remuk lepas
Semilir angin mengejekku
Menampariku. Meludahiku
Dan aku tak berdaya
Bukankah ku pantas untuk itu?
19 Juni
Di tepian celah dua kota ini
Sama seperti lima tahun yang aku sesali
Di jemari
Sampul jingga tanda cinta menepi
Selamat bahagia, Kasih...
Selamat menjalani tualang cintamu yang kudus...
... dan tulus...
(Dan sebingkai undangan itu terkulai di tanah. Senada dengan jasad lelaki putus asa itu, berlumur darah mengakhiri hidupnya)
Komentar
Posting Komentar
Pesan Manis Sahabat Adalah Ilham Magis Bagi Saya: