Langsung ke konten utama

19 Juni

(Suatu sore, seorang lelaki paruh baya terdiam pasrah dengan surat undangan merah jingga melekat di jari tangan kanannya. Tangan kirinya, sebatang pistol tua terkokang. Bibirnya gemetar. Nafasnya garang. Matanya, sarat luka ke angkasa menerawag)

Air mata menyesak
Luka mendadak
Di tapal batas kota kita
Ku jelmakan diriku menjadi pecundang
Membiarkankan jasadmu hilang
Layu. Ditiup angin senjakala itu

Ada marah. Ada dendam menyerba!
Kenapa ku diam saja?
Jauh berbekas derap kakimu memapas :
   Jarak. Waktu. Impian yang remuk lepas
Semilir angin mengejekku
Menampariku. Meludahiku
Dan aku tak berdaya
Bukankah ku pantas untuk itu?

19 Juni
Di tepian celah dua kota ini
Sama seperti lima tahun yang aku sesali
Di jemari
Sampul jingga tanda cinta menepi
Selamat bahagia, Kasih...
Selamat menjalani tualang cintamu yang kudus...
... dan tulus...

(Dan sebingkai undangan itu terkulai di tanah. Senada dengan jasad lelaki putus asa itu, berlumur darah mengakhiri hidupnya)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The End of The Holiday ^.^

Menyambut Esok Yup. Saya pikir inilah saat terakhir saya ngabisin hari libur. Masa reses. Masa menenangkan diri dan menjauhkan diri dari aktivitas perkuliahan dan tugas-tugas yang naujubillah banyak banget. Ini hari terakhir, meskipun masih kesisa sehari besok, buat memikirkan rencana masa depan. Kenapa hari terakhir? Ya karena mulai Senin besok lusa nggak ada lagi rencana. It's time to action! Setuju? ^.^ Senin, jam 7 pagi, sejarah semester 4 studi saya dimulai. Dosen baru, suasana baru. Target-target baru. Saya yakin, sepanjang hati kita yakin, kita bisa melakukan apa aja. Kebaikan apa aja. Kesuksesan apapun meski terlihat rumit dan mustahil. Dan hal ini yang akan saya lakukan: Agraria harus dapat nilai A!!!! Itu tekad saya buat si dosen killer yang bakal jadi dosen di kelas yang saya ambil semester ini. Semoga ini bukan keputusan goblok saya. Tuhan, Ya Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, berikan petunjuk dan kemudahan bagi hamba. Aamiin... So, bagaimana denga

Aku Tertawa

Bayi pun Turut Menertawakanmu Aku tertawa Melihatmu Berebut gundu dengan bibir berlumas gincu Tapi, Aku lebih tertawa lagi Melihatmu sendiri Tergugu dan nyeri Ketika biji gundu itu melesat ke dahi ..... Bekas dan jelas Sumber Gambar : Google

Sajak Pendek

Entah Ku tembangkan di tepi senja Ketika jingga menyala Dan jarak memisahkan kita Semoga kita berjumpa                    Lagi... Sumber Gambar: eRepublik - The New World