Langsung ke konten utama

Menengok Ke Belakang

Sanggupkah Berkaca?
Sepuluh tahun lalu
Ketika kita menengok ke belakang
Ada haru biru tumpah di kalbu
Aroma darah pancaroba
Dan semangat juang anak muda
Bau pengorbanan menembangkan harapan
Begitu gempar kita menabuhkan genderang reformasi
Begitu hingar kita meneriakkan mimpi
Dan seakan pasti
Kita berjalan melepaskan tirani
Bergerak menyongsong musim semi

Kini
Ketika kita menengok (lagi) ke belakang
Ada sejuta dendam yang merobeki hati
Kemana saja kita selama ini?
Kemana saja belasan tahun ini?
Kenapa masih begini?
Apakah arti pertempuran tak setimbang waktu itu?
Apakah arti muntahan peluru?
Apakah arti tangisan ibu?
Apakah arti bakar?
Apakah arti makar?
Apakah arti kegalauan yang pancar?
Kita masih saja menghisap darah saudara sendiri
Menyingkirkan yang tersingkir
Dan meminggirkan sejarah para martir
Apa makna merdeka jika kembali dijajah?
Apa makna mencoba jika tak pernah berubah?
Untuk apa seragam-seragam itu kau kenakan
          jika keamanan jalanan menjadi komoditi yang langka?
Untuk apa seragam itu kalian kenakan
          jika perbatasan rawan dan memalukan?
Untuk apa seminar dan diskusi
          jika telinga sudah dikunci dan mata ditutup dengan baja dan besi?
Untuk apa lagi demonstrasi
          jika-sekali lagi-peluru menjadi jawaban atas kegundah-gelisahan?
Untuk apa pula puisi ini kau baca berkali-kali
          jika hanya terpajang dengan pampang
          dan kau muntahi dia dengan jalang
          sementara di depan pintu
          seorang kawan menunggu dengan proposal yang jitu?
Untuk apa kepura-puraan itu?

Jika
Kita menengok ke belakang
Rasanya
Kita harus menundukkan wajah dalam-dalam
Dan berjalan dengan tapak yang suram
Karena: Kita telah gagal
Benar-benar gagal
Dan hanya bisa menunggu dengan sakal
Kapan kesia-siaan ini buyar
Bubar...

                       Jika kita menengok ke belekang....

Sumber Gambar: Baitul Amal Islamic Youth Association

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The End of The Holiday ^.^

Menyambut Esok Yup. Saya pikir inilah saat terakhir saya ngabisin hari libur. Masa reses. Masa menenangkan diri dan menjauhkan diri dari aktivitas perkuliahan dan tugas-tugas yang naujubillah banyak banget. Ini hari terakhir, meskipun masih kesisa sehari besok, buat memikirkan rencana masa depan. Kenapa hari terakhir? Ya karena mulai Senin besok lusa nggak ada lagi rencana. It's time to action! Setuju? ^.^ Senin, jam 7 pagi, sejarah semester 4 studi saya dimulai. Dosen baru, suasana baru. Target-target baru. Saya yakin, sepanjang hati kita yakin, kita bisa melakukan apa aja. Kebaikan apa aja. Kesuksesan apapun meski terlihat rumit dan mustahil. Dan hal ini yang akan saya lakukan: Agraria harus dapat nilai A!!!! Itu tekad saya buat si dosen killer yang bakal jadi dosen di kelas yang saya ambil semester ini. Semoga ini bukan keputusan goblok saya. Tuhan, Ya Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, berikan petunjuk dan kemudahan bagi hamba. Aamiin... So, bagaimana denga

Aku Tertawa

Bayi pun Turut Menertawakanmu Aku tertawa Melihatmu Berebut gundu dengan bibir berlumas gincu Tapi, Aku lebih tertawa lagi Melihatmu sendiri Tergugu dan nyeri Ketika biji gundu itu melesat ke dahi ..... Bekas dan jelas Sumber Gambar : Google

Wahai... (Akhir Mimpi)

Nestapa Bunga-bunga layu Daun-daun Runtuh dalam pelukan kelabu Wahai , Sepi Mengapa musim begitu keji? Sepasang mata Tegak menyongsong derita Jemari mungil penuh luka Memeluk tangkai si kuncup dahlia Yang mulai kering dan punah Wahai, Dingin Seberapa panjang membaluti serbuan angin? Lembah itu Semakin kusam dan berdebu Matahari bisa mengingatnya Di atas batu Ya! Di atas batu itu Semusim lalu Seekor jantan asyik mencumbui betinanya Ya! Di atas batu itu Sang betina pasrah menerima kekasihnya Dan langit Dan bumi Dan semesta raya Ikhlas menerima mereka Mengalirlah gairah dalam cinta Semusim yang lalu... Wahai, Waktu Mengapa dengki nian kau berlaku? Halilintar Suatu hari datang dan mengantar Sepucuk kabar Bahwa cinta harus merepih dan buyar Merepihlah mimpi-mimpi Memuinglah rimbun kasih Air mata . Apakah guna? Cucur darah. Bisakah mengubah? Dan mereka berpisah di antara linang tangisan senja Merantau dalam galau Merundung dalam kabung San