Jalani Saja. Tanpa Bertanya! |
Dan memang itu yang ku sukai
Menjelajah dari sudut ke sudut
Melewati batas kabut
Menyeberang ke titian lembah zamrud
Dan hari ini
Ketika mentari tersenyum sendiri
Sesuatu memancing nurani: apakah gerangan?
Dan tiba-tiba
Gairah kembara mengalir begitu saja
***
-Tajinan-
Aku tak melihatmu berbeda: Sama
Seperti pedesaan di kotaku dulu
Pencil. Mungil
Tersudut dari hingar-bingar kota yang dekil
Kelok melata. Hijau merata
Aku terperangkap dalam euforia jiwa
Menikmati gilasan roda dalam suara
Dipadu pepohonan: nyiur, cemara, dan pinus di kejauhan
Bersaksi: inilah hari terindah musim ini
Lalu. Ku pacu kuda mesinku
Melesat ke perbatasan
***
-Tumpang-
Sekilas kunjung
Wajahmu tak pernah murung
Semarak dalam gemuruh suara jejak
Diam dalam ayunan alam perak
Tiada ada derita menyayat
Atau murka menebas, membabat
Kau: tampil seperti kisanak
Berbaju putih dengan tatap yang bijak
Sembari menunjuk arah: "ke sana jalan yang kalian tuju"
Tanpa merasa cemburu: kau sekedar lintasan semu
Bagi para pejalan kaki yang dicekam riang hati
***
-Poncokusumo-
Salam kenal, Kawan!
Kali pertama ku pandang sosokmu
Selama ini
Ku dengar kamu lewat selentingan kabar berita
Ketika debu-debu membanjiri hidungmu
Dan salsa sang bumi membuat goyah persada permaimu
Kini
Dapat ku nikmati dengan mata sendiri
Hijau lereng dan setapak mendaki
Dan burung-burung yang menyusur bernyanyi
Kini
Dapat ku rasakan dengan telinga sendiri: betapa teduh ketenangan ini
Wahai. Selamanya kah kau begini?
***
-Wajak-
Cukup gentar ku datangi rumahmu
Mengingat langit mulai pucat
Dan gerimis: satu demi satu
Menitis mengusik waktu
Ku coba mengenali kamu
Aromamu. Meski si mancung telah buntu
Kecantikanmu. Meski asing dan membisu
Ketegaranmu. Di sela sepi jalur yang mati
Kau coba bertahan
Dan masih kau lakukan...
***
-Turen-
Ah. Bisa juga ku jejaki tualangku
Tepat di pelukanmu. Tepat di bibirmu
Wahai. Alangkah damba yang ku rasa
Wahai. Alangkah rimbun sukacita
Dan. Hujan yang guyur perlahan
Tak buatku surut tertawa: akhirnya aku bisa sampai juga
Lalu. Dimana soal gubuk ajaib itu?
Ah. Itu bukan soal
Suatu hari nanti
Barangkali ku bisa kembali
Dan menyusuri lekuk wajahmu: lebih dalam lagi
Maka. Nantikan aku kembali. Sobat...
***
-Gondanglegi-
Ku akui. Aku menyapamu tanpa ku sadari
Aku salah jalan
Dan tak semestinya aku singgah kemari
Namun. Ku ucapkan terima kasih
Karena t'lah mau menerimaku
Di tengah kesesatan jalanku
Aku bersyukur pada penciptamu
Masih menajamkan naluriku
Untuk menerka jalan mana yang sebenarnya
Dan mana pula yang fatamorgana
Dan. Aku menemukannya...
***
-Kepanjen-
Belasan kali ku ketuki rumahmu
Meski tak lama singgah
Cukup kuluman senyummu membenih inspirasi
Meneriaki semangat perjalanan tanpa pernah berhenti
Karena kau penuh mengerti: kehidupan takkan pernah terhenti
Sekalipun kiamat menghujani
Takkan pernah terjadi!
***
-Pakisaji-
Aku mencium baunya: aroma rumah kedua
Aku pun mencium warna sajak yang ku simpan di komputer jinjingku
Masih tergeletak di sana
Aku bisa mencium suara berisik
Yang mendengus dari pusat kota
Akhirnya
Aku kembali lagi ke rumah
Terkungkung lagi...
***
Malam
Begitu sunyi. Begitu dengki. Begitu angkuh menikam
Rembulan hilang purnama
Tinggal sepi menggoresi memori indah sepanjang pagi
Aku terjaga menunggu mimpi
Mencoba mengilas balik
98,2 kilometer yang ku lalui hari ini
98,2 kilometer pengalaman yang ku temui
Dan 98,2 kilometer cinta kasih yang membelenggu dengan tulus
Ku pandangi tajam lampu 10 watt di atap kamar
Pada cahayanya aku bertanya: cintakah Tuhan padaku?
Sembari mengenang senyuman Angan yang melintas di tengah jalan
Lalu. Ku tutup mata
Setelah puas ku puji Dia
Dalam hatiku. Seratus juta kali
Alhamdulillah...
*Untuk mengenang perjalanan pertama kali sejauh 98,2 kilometer rute Tlogomas-Tajinan-Tumpang-Poncokusumo-Wajak-Turen-Gondanglegi-Kepanjen-Pakisaji-Tlogomas pada hari Minggu, 18 Desember 2011 Pukul 10.00-15.00 WIB
Sumber Foto: Bagi-Bagi Informasi
Komentar
Posting Komentar
Pesan Manis Sahabat Adalah Ilham Magis Bagi Saya: